Friendster Glitter Background

Wednesday, January 11, 2012

Adab-Adab Memberikan Salam

Allah berfirman :
“ Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kalian masuk kedalam selain rumah
kalian, hingga kalian meminta izin dan mengucapkan salam kepada penghuninya “ (
An-Nur : 27 ).
Allah berfirman :
“ Dan apabila kalian masuk kedalam rumah, maka ucapkanlah salam kepada diri kalian,
salam dari Allah yang penuh berkah dan baik “ ( An-Nur 61 ).
Allah berfirman :
“ Dan apabila kalian disalami, maka jawablah dengan ucapan slaam yang lebih baik atau
balasnya dengan salam yang semisalnya. Sesungguhnya Allah akan menghitung segala
sesuatu “ (An-Nisaa’ :26 ).
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : ”Allah telah
menciptakan Adam dengan tinggi 60 hasta, kemudian berfirman :”Pergilah
kamu, berikan salam kepada para malaikat dan dengarkan jawaban mereka atas
salam engkau. Salammu dan salam seluruh anak keturunanmu. Maka Adam
berkata :”Asalamu’alaikum!” Para malaikat menjawab :”Assalamu’alaika wa
rahmatullah!”. Para Malaikat menambahkan kalimat rahmatullah… al-hadits.1
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :”Kalian tidak akan
masuk kedalam Surga hingga kalian beriman, dan tidaklah kalian dikatakan
beriman hingga kalian saling mencintai. Ketahuilah, aku akan memberitahukan
kepada kalilan sesuatu yang apabila kalian melakukannya niscaya kalian akan
saling mencintai. Yaitu tebarkanlah salam diantara kalian.”2
Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :”Hak muslim atas muslim
lainnya ada enam.” Ditanyakan kepada beliau :”Apa itu ya Rasulullah ?” Beliau menjawab :”Apabila kalian bertemu dengan muslim yang lain, maka ucapkan
salam kepadanya …” al-hadits. 3
Di antara adab-adab mengucapkan salam :
1. Diantara perkara yang disunnahkan adalah membiasakan diri untuk saling
memberi dan menyampaikan salam serta kewajiban untuk menjawabnya.
Dalil yang menunjukkan hal ini sangat banyak, sebagaiman sabda Nabi
Shallallahu ‘alaihi wa sallam diatas. Demikian pula berdasarkan perbuatan Nabi
Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para sahabatnya radhiallahu ‘anhuma, dan
dalil itu yang telah populer sudah mencukupi dari nash-nash lainnya. Adapun
menjawab salam, maka hukumnya adalah wajib. Seorang muslim diharuskan
untuk menjawab salam jika tidak maka dia akan berdosa. Dalil-dalil yang
menunjukkan tentang wajibnya menjawab salam sangat banyak. Diantaranya
firman Allah :
“ Dan apabila kalian disalami, maka jawablah dengan ucapan slaam yang lebih
baik atau balasnya dengan salam yang semisalnya. Sesungguhnya Allah akan
menghitung sgala sesuatu “ (An-Nisaa’ :26 )
Ibnu Hazm dan Ibnu Abdil Barr serta Asy-Syaikh Taqiyudin telah
mengutip ijma’ wajibnya menjawab salam.4
Pertanyaan : Apabila seseorang memberikan kepada jama’ah, apakah setiap
orang dari jama’ah tersebut diwajibkan untuk menjawab salamnya atau
cukup salah seorang dari mereka saja ?
Jawab : Apabila seseorang mengucapkan salam kepada jama’ah, maka apabila
setiap orang dari jama’ah itu menjawab, itulah yang lebih utama. Akan tetapi
jika satu orang saja dari mereka yang menjawab salam sedangkan yang lainnya
diam, maka yang lainnya sudah tidak dituntut lagi.5 Diriwayatkan dari Ali bin
Abi Thalib, beliau berkata :”Salam seseorang dari jama’ah sudah mewakili
jama’ah jikalau mereka melewati lainnya dan salam salah seorang diantara
semua yang duduk sudah mewakili ”6
2.Sifat salam.
a. Paling utama : Assalamua’alaikum wa rahmatullahi wabarakatuh.
b. Kemudian berikutnya : Assalamua’alaikum wa rahmatullah.
c. Dan yang selanjutnya : Assalamua’alaykum.
Dalilnya adalah hadits yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah radhiallahu
‘anhu bahwasannya seseorang melewati Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam
sedangkan beliau sedang duduk dalam majelis, maka laki-laki itu berkata
:”Assalamu ’alaikum!” Maka Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda
:”Dia telah mendapatkan sepuluh kebaikan.” Kemudian seorang laki-laki lain
berlalu sambil berkata :”Assalamu ‘alaikum warahmatullah” Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :”Dia telah mendapatkan dua puluh
kebaikan.” Kemudian berlalu laki-laki yang lain dan berkata :”Assalamua
’alaikum wa rahmatullahi wa barakatuh” Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda :Dia telah mendapatkan tiga puluh kebaikan”7
Adapun sifat dari menjawab salam sama seperti ucapan orang yang
memberikan salam atau dengan yang lebih baik berdasarkan firman Allah I
dalam
6 HR. Abu Daud no.5210. Syaikh Al-Albani berkata :”Hadits ini shahih.” Dan diriwayatkan juga oleh Ibnu
Abdil Bar dengan menyandarkannya kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Dan beliau menyifatkannya
bahwa hadits ini hasan. Karena di dalamnya terdapat Sa’id bin Khalid Al-Khuza’i. Beliau berkata
:"(Sanadnya) tidak mengapa.” Dan sungguh jamaah mendhaifkan hadits ini. (At-Tamhid : juz 5 hal 290
cetakan Daar Ath-Thayyibah.) Dan didalam Irwa’ Al-Ghalil, Asy-Syaikh Al-Albani menganggap hadits ini
hasan, dan beliau membawakan pendapat An-Naisabury (hadits ini hasan). Kemudian beliau
menggabungkan beberapa jalan sebagai penguat hadits ini. Beliau berkata pada pembahasan lain :
Dikarenakan hadits ini memiliki penguat, maka dia terangkat derajatnya menjadi hasan. Akan tetapi ini
secara dhahir.
Wallahu a’lam.” (Al-Irwa’, hadits no.778). Peringatan : Bab ini sangat panjang, dikarenakan diamnya jamaah
atas penshahihan hadits ini. Jika salah seorang diantara mereka menolakknya, maka yang lain pun akan
mengetahuinya. Wallahu taufiq.
7 HR. At-Tirmidzi no.2689 dan beliau berkata :”Hadits hasan shahih gharib”, dan diriwayatkan Al-Bukhari
dalam adabul mufrad no 986, dan albani berkata :”Hadits ini shahih.” Dan diriwayatkan juga oleh Ahmad
no.19446, dan Ad-Darimi no.2640.


“ Dan apabila kalian disalami, maka jawablah dengan ucapan salam yang lebih
baik atau balasnya dengan salam yang semisalnya. Sesungguhnya Allah akan
menghitung sgala sesuatu “ (An-Nisaa’ :26 ).
Dan hendaklah menjawab salam dengan bentuk yang plural atau yang
lebih sempurna walaupun hanya kepada satu orang saja, dengan ucapan
“wa’alaikum salam wa rahmatullahi wabarakatuh “.
Pertanyaan : Apabila seorang yang memberikan salam telah mengucapkan
salam dengan sempurna yakni sampai pada kalimat wabarakatuh, apakah
disyariatkan untuk memberikan tambahan setelahnya ketika menjawab salam
untuk memenuhi zhahir ayat “Biahsani minha” – yang lebih baik dari salam
tersebut - seperti dengan menambahkan kalimat “wamagfiratuhu wa ihsaanuhu “
serta lain sebaginya?
Jawab : Setelah kalimat wabarakatuh tidak ditmabahkan sesuatupun ketika
menjawab salam walaupun orang yang memberikan salam mengucapkannya
sampai kalimat wabarakatuh. Ibnu Abdil Barr berkata, “Ibnu Abbas dan Ibnu
Umar berkata, “Hentikan ucapan salam itu pada kalimat al-barakah, sebagaimana
penjelasan Allah ta’ala tentang hamba-Nya yang shaleh. Allah berfirman:
“ Rahmat Allah dan barakah-Nya kepada kalian wahai penghuni rumah “ ( Hud : 73).
Keduanya tidak menyukai seseorang yang menambahkan ucapan salam setelah
kalimat wabarakatuh.8
3. Makruh hukumnya mengucapkan salam hanya dengan kalimat ‘Alaikas
salam”
Beberapa hadits-hadist shahih yang menjelaskan tentang perkara ini.
Diantaranya hadits yang telah diriwayatkan oleh Jabir bin Salim Al-Hujaimiy
radhiallahu ‘anhu. Bahwasannya ia berkata: “Saya mendatangi Nabi Shallallahu
‘alaihi wa sallam dan mengucapkan ‘Alaika as-salam”. Rasulullah Shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda: “Janganlah kamu mengatakan ‘Alaika As-Salam, akan tetapi katakanlah As-salaamu ‘Alaika”.9 Dan Abu Daud meriwayatkan
dengan lafazh, “Aku mendatangi Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan
berkata, ‘Alaika As-Salam Wahai Rasulullah: “ Beliau bersabda: “Janganlah
kamu mengatakan ‘Alaika As-Salam, karena sesungguhnya ‘Alaika As-Salam itu
untuk orang yang telah mati”.10
Hadist-hadits diatas menunjukan kepada makruhnya mengucapkan
salam dengan kalimat ‘Alaika As-Salam”. Dan sebagian ulama merinci
pembagian dalam penjelasan ini dan kami telah merasa cukup dengan
keterangan hadits yang sudah terang dan jelas.
4. Disunahkan mengulangi salam sampai tiga kali apabila salam itu
disampaikan kepada jama’ah yang banyak, atau ketika ragu apakah mereka
mendengar salamnya.
Diriwayatkan dari Anas radhiallahu ‘anhu bahwasanya Apabila Nabi
Shallallahu ‘alaihi wa sallam berbicara, maka beliau mengulangnya sampai tiga
kali, dan jika beliau mendatangi sekelompok kaum, maka beliau mengucapkan
salam sampai tiga kali”.11 An-Nawawi berkata: - (setelah hadits ini) - “Perkara ini
berlaku ketika jama’ahnya sangat banyak”.12 Dan Ibnu Hajar menambahkan:
“Yaitu apabila disangka bahwa salam itu belum didengar, maka boleh untuk
mengulangi salam dua atau tiga kali dan tidak diperbolehkan lebih dari tiga
kali”13.
5. Disunnahkan untuk mengeraskan suara ketika memberi salam, begitu pula
sebaliknya.
9 HR.At-Tirmidzi no. 2722 beliau berkata hadits hasan shahih
10 Sunan Abu Daud hadits no.5209 Al-Albaniy berkata hadits ini shahih.
11 HR. Al-Bukhari no.6244
12 Maksudnya adalah sebagian mereka ada yang belum mendengar dan maksud………(Ibnu Hajar berkata
dalam Fathul Baari (11/29) dan perkataan An-Nawawi dalam Riyadhus Shalihin (Bab Kaifa Salam hal.291)
Penerbit Daarul Ilmi Al-Kutub, cetakan ke duabelas th.1409 H.
13 Fathul Baari hadits no.6244 (11/29) Lihat juga tentang perkara ini pada kita Zaadul Maad (2/418)
Penertbit Muasasah Ar-Risalah.


Dan sungguh Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah memberikan
petunjuk tentang mengucapkan salam dengan suara yang keras, begitu juga bagi
orang yang menjawabnya. Bagi yang mengucapkan salam dengan suara pelan
tidak akan mendapatkan pahala, kecuali pada keadaan yang dikcualikan
sebagaimana akan disebutkan nantinya. Al-Bukhari telah meriwayatkan dalam
kitab Al-Adab karya beliau, atsar Ibnu Umar radhiallahu ‘anhu. Dari jalan Tsabit
bin Ubaid, dia berkata: “Saya mendataagi sebuah majlis dan didalamnya
terdapat Ibnu Umar dan ia berkata, “Jika kamu mengucapkan salam, maka
perdengarkanlah, karena sesungguhnya salam engkau akan mendatangkan
keberkahan dan kebaikan”.14
Ibnul Qayyim menjelaskan: “ Bahwa diantara petunjuk Nabi Shallallahu
‘alaihi wa sallam bahwa beliau senantiasa memperdengarkan jawaban salam
kepada yang mengucapkan slaam kepada beliau”.15
Ibnu Hajar berkata: “Perintah untuk menyebarkan salam merupakan argumen
bahwa salam dengan suara lirih tidaklah cukup, melainkan disyaratkan untuk
dikeraskan, sedikitnya mesti memperdengarkan awal salam dan jawabannya
dan tidak cukup hanya sebatas isyarat dengan tangan atau selainnya.
An-Nawawi berkata: “ Minimal ucapan salam hingga dikatakan telah
menunaikan Sunnah pengucapan salam adalah dengan mengeraskan suara,
sehingga yang diberi salam mendengarkan ucapan salam tersebut. Apabila dia
tidak mendengar salam tadi, maka tidaklah dikatakan telah mengucapkan
salam, dan tidak diwajibkan menjawab salam baginya. Dan sedikitnya jawapan
salam yang wajib adalah dengan mengeraskan suara hingga terdengar oleh
orang yang mengucapkan salam. Apabila dia tidak mendengarnya, maka
kewajiban menjawab salam belum terpenuhi. 16
6. Diantara sunnah adalah menyamaratakan salam, maksudnya adalah
mengucapkan salam kepada orang yang kita kenal maupun kepada orang
yang tidak kita kenal.
Berdasarkan hadits yang diriwayatkan didalam Ash-Shahihain dan
selainnya, dari Abdullah bin Amr radhiallahu ‘anhu, bahwasannya seseorang
bertanya kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam: “Apakah amalan yang
paling baik didalam Islam?” Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab:
“Memberi makan, mengucapkan salam kepada orang yang dikenal maupun
yang tidak dikenal”.17 Hadist ini berisi anjuran untuk menyampaikan dan
menyebarkan salam diantara manusia, karena padanya terdapat kemashlahatan
yang sangat besar diantaranya adanya untuk menyatukan sesama kaum
muslimin dan menentramkan hati bagi yang lainnya. Sebaliknya jika
memberikan salam hanya kepada orang orang yang tertentu saja, artinya hanya
kepada orang –orang yang dikenal. Maka perbuatan seperti ini bukan perbuatan
yang terpuji bahkan memberikan salam hanya kepada orang-orang tertentu saja
merupakan tanda-tanda hari kiamat.
Dalam musnad Imam Ahmad terdapat hadits yang diriwayatkan dari
Ibnu Mas’ud bahwasannya beliau berkata: “Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda: “ Sesungguhnya diantara tanda-tanda hari kiamat adalah jika
ucapan salam disampaikan hanya terhadap orang yang dikenalnya saja”. Dan
dalam riwayat yang lain disebutkan: “Seseorang mengucapkan salam kepada seseorang lainnya, dan tidaklah ia mengucapkan salam itu kecuali hanya kepada
orang yang dikenalnya saja”.18
7. Di sunahkan bagi yang datang mendahului mengucapkan salam.
Ini adalah perkara yang sangat populer dan tersebar ditengah-tengah
manusia, dan sekian banyak nash syara’ mendukung amalan terseut. Dimana
sunnahnya mengucapkan salam adalah bagi seseorang yang
datang/mengunjungi mendahului dalam memberikan salam tanpa saling
menunggu. Dan telah lalu pembahasan tentang tiga orang yang datang kepada
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan berkata yang pertama: “Assalamu
’alaikum warahmatullahi wa barakatuh, dan yang kedua berkata: “Assalaamu
’alaikum warahmatullah, kemudian yang ketiga mengatakan: “Assalaamu
’alaikum”.
An-Nawawi berkata: “Adapun apabila mendatangi beberapa orang yang
sedang duduk-duduk atau yang duduk sendiri, maka hendaklah yang
mendatangi memulai salam kepada terlebih dahulu kepada setiap orang yang
didatanginya baik seorang anak yang masih kecil atau orang yang sudah
dewasa, sedikit maupun banyak19.
8. Disunnahkan orang yang berkendara memberikan salam kepada orang yang
berjalan kaki, orang yang berjalan kepada yang duduk, yang sedikit kepada
yang banyak dan yang kecil kepada yang besar.
Berkaitan dengan masalah itu, ada beberapa hadits yang shahih sebagai
dalil diantaranya hadits yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah radhiallahu
‘anhu, beliau berkata: Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersdabda:
“Hendaklah orang yang berkendara memberi salam kepada yang berjalan dan yang berjalan kepada yang duduk dan yang kecil kepada yang besar”.20 Pada
riwayat Al-Bukhari: “Hendaklah memberi salam yang kecil kepada yang besar
dan yang berjalan kepada yang duduk dan yang sedikit kepada yang banyak”.21
Sebagian ulama telah menjelaskan tentang hikmah mereka didahulukan
untuk mengucapkan, ulama tersebut mengatakan, “Salamnya anak kecil kepada
orang dewasa merupakan hak orang dewasa untuk dihormati dan dimuliakan
dan ini merupakan adab yang sepantasnya untuk dijalankan. Demikian pula
salamnya orang yang berada diatas kendaraan kepada orang yang berjalan akan
mengantarkan sikap tawadhu’ pada diri seseorang yang berada diatas
kendaraan dan menjauhkannya dari kesombongan. Dan salamnya orang yang
berjalan kepada orang yang sedang duduk hukumnya disamakan dengan tuan
rumah. Serta salamnya orang yang sedikit kepada orang yang banyak adalah
merupakan hak bagi mereka karena mereka memiliki hak yang besar”22.
Masalah : Apakah seseorang yang menyalahi hukum tersebut mendapatkan
akibat dari perbuatannya, semisal jika yang besar mengucapkan salam kepada
anak kecil, yang duduk kepada yang berjalan, yang berjalan kepada yang
berkendara, dan yang banyak kepada yang sedikit?
Jawab : Tidak ada dosa bagi orang yang menyalahi tuntunan Sunnah tersebut
akan tetapi dia telah meninggalkan yang utama. Al – Maaziri berkata: “Tidak
mengharuskan seseorang yang meninggalkan perkara yang Sunnah terjerumus
pada suatu yang makruh, melainkan hanya sebatas meninggalkan perkara yang
lebih utama. Maka apabila seseorang yang dianjurkan untuk memulai salam,
namun yang lainnya mendahului, maka yang ornag yang dianjurkan memulai
slaam tersebut telah meninggalkan amalan yang Sunnah sementara orang lain
yang melakukannya telah melakukan amalan yang sunnah. Kecuali apabila ia
mendahuluinya maka diapun meninggalkan perkara yang disunahkan juga.


Masalah lainnya : Apabila bertemu orang yang sama-sama berjalan atau yang
sama-sama berkendara, siapakah yang lebih dahulu untuk memberikan salam?
Jawab : Jika demikian keadaanya, maka hendaklah yang lebih muda
memberikan salam kepada yang lebih dewasa berdasarkan hadits yang telah
lalu. Seandainya umur mereka sama, dan juga dari sisi manapun mereka sama,
maka yang lebih baik diantara mereka berdua adalah yang paling pertama
memulai salam, berdasarkan sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam : “Yang
lebih baik dari keduanya adalah yang pertama memberikan salam”.24
Diriwayatkan dari hadist dua orang yang saling memboikot satu dengan
lainnya.
Dan berdasarkan hadits Jabir, beliau berkata: “Jika bergabung (bertemu) dua
orang yang sedang berjalan, maka yang pertama memulai salam adalah yang
paling uatama”.25
Masalah ketiga : Apabila bertemu dua orang yang sedang berjalan kemudian
ada yang menghalanginya seperti pohon atau pagar dan yang lainnya, apakah
disyariatkan bagi mereka untuk mengucapkan salam jika bertemu lagi?
Jawab : Ya, disyariatkan bagi mereka untuk saling mengucapkan salam
walaupun mereka bertemu berulang kali, setelah tidak ada yang menghalangi.
Hal ini berdasarkan hadits Abu Hurairah radhia;;ahu ‘anhu, bahwasannya dia
berkata: “Apabila seorang dari kalian bertemu saudaranya maka ucapkanlah
salam kepadanya, apabila ada penghalang diantara mereka seperti, pohon atau
pagar atau batu, kemudian mereka bertemu lagi maka hendaklah mereka saling
memberikan salam.”26


9. Mengucapkan salam kepada wanita yang bukan mahram atau wanita asing.


24 HR. Al-Bukhari (6077)
25 HR. Al-Bukhari dalam kitab Al-Adab Al-Mufrad (994) dan Ibnu Hajar menshahihkan sanadnya dalam
Fathul Baari (11/18) Dan Asy-Syaikh Al-Albaniy menshahihkannya dalam shahih Adabul Mufrad (1146)
26 HR.Abu Daud (5200) dengan dua sanad yang salah satunnya marfu’ (sampai kepada Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa sallam) sedangkan yang satu lagi mauquf (sampai kepada sahabat) dan Al-Albaniy
berkata, “Shahih secara mauquf dan secara marfu’)

Sebagian ulama melarang seorang laki-laki memberikan salam kepada
wanita asing dan sebagian membolehkannya jika dipercaya aman dari fitnah.
Sebagian ulama memberikan penjelasan lebih rinci berkaitan dengan perkara ini:
Apabila wanita asing tersebut adalah seorang wanita muda dan cantik maka ini
tidak diperbolehkan, akan tetapi jika kepada wanita yang sudah tua maka itu
diperbolehkan.
Inilah pendapat yang dikemukakan oleh Imam Ahmad. Shaleh berkata,
“Saya bertanya kepada ayahku: “Bolehkan memberikan salam kepada
perempuan?”, maka beliau menjawab: “Adapun jika ia seorang wanita yang tua,
maka itu dibolehkan dan jika ia seorang pemudi maka janganlah kamu berbicara
dengannya”.27
Ibnul Qayyim memberi klarifikasi seputar permasalahan ini, yaitu
memberi salam kepada wanita yang telah tua, wanita-wanita mahram dan selain
mereka dan inilah pendapat yang terpilih. Sementara alasan larangan sudah
jelas, yaitu untuk menutupi jalan-jalan yang akan mengarahkan kepada
perbuatan maksiat dan dikhawatirkan terjadinya fitnah”.28 Sedangkan yang
diriwayatkan dari sahabat semuanya terindikasi aman dari fitnah.
Misalnya pada hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hazm dari
bapaknya dari Sahl dia berkata, “ … adalah seorang wanita yang mengirimkan
barang dagangannya – korma di Madinah -, maka dia membawa umbi-umbian
dan menaruhnya disebuah bejana dan mengumpulkan biji-bijian dari gandum.
Apabila kami telah selesai mengerjakan shalat jum’at maka kami berpaling
pulang dan mengucapkan salam kepadanya. Dan wanita tersebut menyodorkan
kepada kami – diantara barang dagangannya - dan kamipun senang dengan hal
itu lalu kami tidaklah tidur siang dan makan siang kecuali shalat Jum’at”.29
10. Disunnahkan memberi salam kepada anak-anak kecil.
Hal ini dalam rangka mengajari dan melatih mereka sejak dini tentang
adab-adab syar’I, dan yang melakukannya telah meneladani Nabi Shallallahu
‘alaihi wa sallam. Anas bin Malik radhiallahu ‘anhu telah mengabarkan kepada
kami, beliau mengatakan: “Aku berjalan bersama Rasulullah Shallallahu ‘alaihi
wa sallam dan kami melewati anak-anak yang sedang bermain kemudian beliau
mengucapkan salam kepada mereka”.30
Ucapan salam kepada anak kecil akan menuntun jiwa seseorang kepada
sifat tawadhu’ dan kelembutan dalam menghadapi anak-anak.
Masalah : Apabila seorang yang telah baligh (dewasa) mengucapkan salam
kepada anak kecil atau sebaliknya apakah hukumnya wajib untuk menjawab
salam?
Jawab : Apabila seorang laki-laki dewasa memberikan salam kepada anak-anak,
maka bukan suatu kewajiban bagi anak-anak untuk menjawab salamnya
dikarenakan anak kecil bukan orang yang terkena kewajiban. Berbeda jika
seorang anak kecil memberi salam kepada seorang yang baligh, maka wajib bagi
orang yang telah dewasa untuk menjawab salam dari anak yang masih kecil dan
ini adalah pendapat mayoritas ulama.31
11. Memberikan salam kepada orang yang terjaga dan disekitarnya ada orang
yang sedang tidur.
Hendaknya orang yang memberikan salam untuk merendahkan
suaranya sebatas untuk didengar oleh yang terjaga dan tidak sampai
membengunkan orang yang sedang tidur. Hal ini berdasarkan hadits Miqdad
bin Al-Aswad radhiallahu ‘anhu dan pada hadits tersebut, beliau berkata: “ …
Setelah kami memerah susu dan setiap orang dari kami meminum bagian
mereka masing-masing dan kami memberikan bagian Nabi Shallallahu ‘alaihi
wa sallam . Beliau – Miqdad –berkata: “Lalu beliau datang diwaktu malam dan mengucapkan salam tanpa membangunkan yang sedang tidur dan hendaklah
memperdengarkan salamnya kepada yang tidak tidur …”32
Pada hadits ini terdapat adab Nabawiyah yang sangat tinggi dimana
beliau memperhatikan keadaan orang yang sedang tidur agar tidak terganggu
tidurnya dan pada saat yang bersamaan beliau juga tidak melewatkan
keutamaan salam !.
12. Dilarang mengucapakan salam kepada ahli Kitab.
Kita telah dilarang melalui lisan Nabi kita Shallallahu ‘alaihi wa sallam
telah untuk memulai mengucapkan salam kepada kepada ahli kitab, beliau
bersabda: “Janganlah kalian memulai mengucapkan salam kepada Yahudi dan
Nashrani apabila kalian bertemu dengan salah seorang diantara mereka
dijalanan maka desaklah dia kebagian jalan yang lebih sempit”.33 Setelah
larangan yang jelas ini tidak seorangpun diperkenankan memberi komentar.
Masalah : Apabila kita membutuhkan mereka apakah diperbolehkan
memberikan salam kepada Ahli Kitab ?
Jawab : Hadis diatas telah jelas menunjukkan larangan mengucapkan salam
kepada mereka, akan tetapi jika hal itu sangat dibutuhkan maka hendaklah
menyapa mereka selain dengan ucapan salam, mungkin dengan mengucapkan
selamat pagi, selamat sore dan lainnya.
Ibnu Muflih mengatakan Asy-Syaikh Taqiyuddin mengatakan : “ Apabila dia
menyapanya dengan selain ucapan salam yang membuat mereka senang, maka
ini tidaklah mengapa.34
An-Nawawi berkata, “Abu Said – Yakni Al-Mutawalli – berkata: “Apabila
seseorang berkeinginan untuk mengucapkan salam kepada seorang kafir
dzimmi, dia boleh melakukannya selain ucapansalam, dapat dilakukannya
dengan mengatakan : Hadaakallah – semoga Allah memberimu petunjuk – atau
32 HR. Muslim (2055) dan ini bagian dari hadits yang sangat panjang.
33 HR. Muslim no.2167
34 Al-Adab Asy-Syar’iyah 1 / 391 )


An’amallahu shabaahaka - semoga Allah memberikan kenikmatan kepadamu
dipagi hari ini -. Saya berkata ( An-Nawawi ): “ Pendapat yangdiutarakan oleh
Abu Said tidak mengapa baginya jika diperlukan, dengan mengatakan: -
shubihta bil-khair -semoga pagi anda baik, atau – as-sa’adah - pagi yang tenang
atau – al-‘afiyah - dengan kesehatan atau – as-surur- semoga Allah
menggembirakan kamu pada pagi ini atau mengatakan semoga Allah
memberikan kesenangan dan nikmat padamu pada pagi hari ini atau dengan
mengatakan yang lainnya yang semisal dengan ini.
Adapun jika tidak diperlukan, pendapat yang terpilih untuk tidak
mengucapkan sesuatu kepadanya. Karena hal itu akan membuat ia senang dan
menampakkan sikap persahabatan, sedangkan kita diperintahkan untuk
bersikap dan berbicara tegas kepada mereka dan melarang kita untuk bergaul
dan menampakkannya. Wallahu a’lam.35
13. Menjawab salam kepada ahli Kitab dengan mengucapkan Wa’alaikum
Diterangkan pada hadits Anas bin Malik radhiallahu ‘anhu bahwa
Rasululllah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Apabila seorang ahli kitab
memberikan salam kepadamu maka jawablah dengan mengatakan
wa’alaikum”.36
Hadits ini memberikan penjelasan kepada kita tentang tata cara menjawab
salam yang disampaikan oleh Ahli kitab yakni dengan mengatakan
Wa’alaikum”.
Masalah : Apabila kita mendengar ahlil kitab mengucapkan salam kepada kita
dengan mengatakan “Assalamu ’alaikum, dengan lafazh yang jelas apakah kita
harus menjawab dengan ucapan, “Wa ’alaikum, untuk mengamalkan hadits ini
atau dengan mengatakan Wa ’alaikum salam?
35 Al-Adzkar hal.362-367
36 HR. Bukhari (6258) dan Muslim (2163)

Jawab : Sebagian ulama berpendapat apabila kita telah memastikan lafazh
salam tersebut dan tidak diragukan lagi, maka sepatutnya bagi kita untuk
memjawab salam tersebut. Mereka berpendapat: Inilah makna sebenarnya dari
keadilan, sedangkan Allah memerintahkan kita untuk berbuat adil dan
melakukan perbuatan terpuji.37 Sedangkan menurut pendapat ulama yang lain,
dan ini pendapat yang terpilih, bahwasannya, hendaklah kita menjawab salam
ahlu Kitab dengan mengamalkan hadits shahih dan yang jelas dengan jawaban:
wa’alaikum.38
14. Bolehnya memberi salam kepada sebuah majlis yang bercampur antara
kaum muslimin dan kaum kafir.
Pembolehan ini dapat disadur dari perbuantan Nabi Shallallahu ‘alaihi
wa sallam . Al-Bukhari dan Muslim dan selainnya meriwayatkan: “ bahwa Nabi
Shallallahu ‘alaihi wa sallam suatu saat menungangi seekor keledai dengan
pelana yang terbuat dari beludru. Dan beliau membonceng dibelakang beliau
Usamah bin Zaid. Saat itu beliau hendak menjenguk Sa’d bin ‘Ubadah di Bani al-
Haarits bin Al-Khazraj – dan kejadian tersebut sebelum perang Badar-. Hingga
beliau melintasi sebuah majlis yang bercampur antara kaum muslimin dan kaum
musyrikin para penyembah berhala dan juga kaum Yahudi. Dan diantara
mereka terdapat Abdullah bin Ubay bin Salul. Dan pada majlis tersebut juga
terdapat Abdullah bin Rawahah. Dan ketika majlis tersebut terkena semburan
debu, Abdullah bin Ubay menutup hidungnya dengan pakaian jubahnya,
kemudian dia berkata : Janganlah kalian menyebabkan kami berdebu. Lalu Nabi
Shallallahu ‘alaihi wa sallam turun kehadapan mereka dan mengjaak mereka
untuk beribadah hanya kepada Allah dan membacakan Al-Qur`an kepada
mereka ... al-hadits “39
37 Ahkam Ahli Dzimmah (1/345-346) Ramadi lin-Nasyri, cetakan pertama tahun 1418H, dan lihat fatawa al
aqidah oleh ibnu ‘Utsaimin hal.235-236. Dan As-Silsilah Ash-Shahihah oleh Al- Albani (2/327-330).
38 Lihat Fatawa Al-Lajnah ad-Daa`imah (3/312) fatwa no.11123.
39 HR. Al-Bukhari (6254 ) dan Muslim ( 1798 )



Memulai salam kepada sekumpulan kaum yang terdapat didalamnya
kaum muslimin dan kaum kafir, disepakati pemboleannya. Demikian yang
dikatakan oleh An-Nawawi40. Hadits ini tidaklah bertentangan dengan hadits
yang melarang memulai salam kepada Ahli Kitab . Karena hadits itu berkaitan
apabila yang diberi salam adalah kafir dzimmi atau kepada sekumpula Ahli
Kitab. Adapun disini, majlis tersebut terdapat kaum msulimin, olehnya itu
diperbolehkan pengucapan salam kepada suatu majlis yang bercampur antara
kaum muslimin dan kaum musyrikin dengan niat salam tersebut hanya kepada
kaum muslimin.
Ditanyakan kepada Imam Ahmad rahimahullah : Kami bermualah
dengan kaum Yahudi dan Nashrani dan kami juga mendatangi kediaman
mereka dan disekeliling mereka terdapat kaum muslimin, bolehkah kami
mengucapkan salam kepada fmereka ? Beliau menjawab: Boleh, dan anda
meniatkan salam tersebut hanya kepada kaum muslimin41. An-nawawi
mengatakan: “Apabila seseorang melewati skeumpulan orang yang berbaur
antara kaum muslimin datau seorang muslim dan kafir , maka sunnahnya
adalah mengucapkan salam kepada mereka dan meniatkan salam tersebut
kepada kaum muslimin atau muslim tersebut.”42
Masalah : Apakah ketika memberi salam kepada sekelompok orang yang
bercampur padanya muslim dan kafir dengan mengucapkan: ‘Assalamu’ala man
ittaba’al huda” - keselamatan bagi yang mengikuti petunjuk -?
Jawab : “Tidak boleh mengatakans demikian kepada sekumpulan orang yang
didalamnya terdapat kaum muslimin dan kafir , akan tertapi ucapkanlah salam
kepada mereka dengan meniatkan salam tersebut untuk kaum muslimin
sebagaimana penjelasan di atas. Semakna dengan penjelasan ini, sebagaimana
yang dikatakan Ibnu Utsaimin :”Apabila kaum Muslimin dan Nashrani berkumpul, hendaklah mengucapkan salam “Assalamu ’alaikum” dengan
maksud untuk kaum musliminnya43
15. Boleh memberikan salam dengan isyarat karena udzur.
Pada asalnya memberikan salam dengan isyarat adalah terlarang,
dikarenakan hal itu termasuk kebiasaan dari ahlul kitab. Sedangkan kita telah
diperintahkan untuk menyelisihi mereka dan tidak bertasyabuh – menyerupaidengan
mereka.
At-Tirmidzi telah mengeluarkan sebuah riwayat hadits tentang larangan
memberi salam hanya dengan isyarat, karena itu merupakan syiar dari ahlul
Kitab. At-Tirmidzi menghukumi hadits ini sebagai hadits yang gharib.
Al-Hafidz Ibnu Hajar berkata pula tentang hadits ini, pada sanadnya
terdapat kelemahan, akan tetapi an-Nasaa`i meriwayat sebuah hadits dengan
sanad yang jayyid dari Jabir secara marfu’ : “ Janganlah kalian memberikan
salam dengan caranya orang Yahudi, dikarenakan salam mereka dengan isyarat
kepala dan telapak tangan serta dengan isyarat”.44
Namun hadits ini terbantahkan dengan sebuah hadits yang diriwayatkan oleh
Asma’ binti Yaziid, beliau berkata: “Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam
melambaikan tangannya kepada wanita sambil menyampaikan salam”.45
Akan tetapi hadits ini dipahami bahwa lambaian tangan beliau sambil
pengucapan salam. An-Nawawi mengatakan, setelah menyebutkan hadits At-
Tirmidzi: “ Hadits ini kemungkinannya, bahwa Nbai Shallallahu ‘alaihi wa
sallam menyatukan antara lafazh salam dengan isyarat beliau dengan tangan.
Dan yang menguatkan hal ini , riwayat Abu Ad-Darda` pada hadits ini, dan
43 Fatawa Al-Aqidah hal 237. cetakan Daar Al-Jiil.
44 Fathul Baari ( 11/16 )
45 HR. At-Tirmidzi (2697) dan lafazh ini adalah lafazh riwayat beliau, Ahmad (27014) dan Ibnu Majah
(3701), Ad-Darimi (2637), dan Al-Bukhari dalam kitab Al-Adab Al-Mufrad (1003, 1047) dan Al-Albaniy
berkata: hadits shahih.
40 Syarh Shahih Muslim jild 6 ( 12 / 125 )
41 Al-Adab Asy-Syar’iyah ( 1 / 390 )
42 Al-Adzkar karya An-Nawawi hal. 367


beliau mengatakan pada riwayatnya: “ Dan beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam
mengucapkan salam kepada kami “46 47
Al-Hafidz mengatakan : “ Larangan mengucapkan salam dengan
memakai isyarat berlaku kusus bagi yang mampu untuk melafazhkan salam
secara indera dan syara’. Jika tidak maka mengucapkan salam dengan isyarat
disyariatkan bagi seseorang yang sibuk dengan suatu kesibukan yang
menghalanginya dari pengucapan lafazh jawaban salam, seperti seorang yang
tengah shalat, seorang yang jauh ataukah seseorang yang busi demikian pula
bagi seseorang yang tuli “48
16. Bolehnya mengucapkan salam kepada seseorang yang sedang shalat dan
bolehnya menjawab – bagi yang shalat – dengan isyarat.
Suatu yang diperbolehkan diantaranya mengucapkan salam kepada
seseorang yang sedang shalat. Hal ini shahih dari pembenaran Nabi Shallallahu
‘alaihi wa sallam bagi para sahabat beliau. Dimana mereka – para sahabat –
emngucapkan salam kepada beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam sementara
beliau sedang mengerjakan shalat, dan beliau tidak mengingkari hal itu.
Pembenaran beliau ini menunjukkan bolehnya amalan tersebut.
Diantaranya pada hadits Habi radhiallahu ‘anhu, beliau berkata: “ Rasulullah
sekali waktu menyuruhku untuk suatu keperluan, lalau ketika saya kembali,
saya menjumpai beliau tengah beribadah – Qutaibah –yaitu Ibnu Sa’id, pent –
mengatakan: Sedang shalat -, lalu saya mengucapkan salam kepada beliau. Dan
beliau memberi isyaratkan kepadaku. Setelah beliau menyelesaikan shalatnya
beliau memanggilku dna mengatakan: “ Sesungguhnya engkau memberi salam
kepadaku namun saya tengah dalam keadaan shalat “. Dan beliau waktu itu
menghadap kearah timur49.
46 HR. Abu Daud ( 5204 )
47 Al-Adzkar hal. 356
48 Fathul Baari ( 11 / 16 )
49 HR. Muslim ( 540 )



Hadits lainnya: Hadits Shuhaib, beliau emngatakan: “ Saya melewati Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa sallam, disaat beliau sedang mengerjakan shalat, maka
saya mengucapkan salam kepada beliau, dan beliau membalas salamku dengan
isyarat. Beliau berkata: Saya tidak mengetahui kecuali beliau mengisyaratkan
hanya dengan jari beliau50.
Hadits-hadits ini dan juga hadits lainnya menunjukkan bolehnya
mengucapkan salam kepada seseorang yang tengah mengerjakan shalat, dan dia
membalasnya hanya dengan isyarat.
Pertanyaan : Bagaimana sifat/cara menjawab salam ketika dalam shalat?
Jawab : Tidak ada pembatasan cara dan sifat ketika kita menjawab salam dengan
isyarat ketika dalam shalat. Apabila kita kembalikan kepada perbuatan
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka caranya bermacam-macam,
terkadang beliau berisyarat dengan jari berdasarkan hadits dari Suhaib yang
telah lalu.
Terkadang juga beliau berisyarat dengan tangannya sebagaimana hadist
Jabir.51
Terkadang juga beliau berisyarat dengan telapak tangan sebagaimana
hadist dari Abdullah bin Umar, dimana beliau berkata, “Rasulullah Shallallahu
‘alaihi wa sallam keluar untuk pergi ke Masjid Quba’ kemudian beliau shalat
didalamnya, lalu datanglah beberapa orang dari kalangan Anshar dan
mengucapkan salam kepada beliau, lalu aku berkata kepada Bilal, “Bagaimana
cara Rasulullah menjawab salam mereka sedangkan beliau sedang shalat? Bilal
menjawab: “Beliau mengatakan begini, dan beliau meluruskan telapak
tangannya. Kemudian Ja’far bin Aun meluruskan telapak tangannya dan
menjadikan telapak tangan berada dibawah dan punggung tangan berada
diatas”.52
50 HR. Abu Daud ( 925 ). Al-Albani mengatakan: Shahih. Shahih Abu Daud ( 818 )
51 HR. Abu Daud (926) ini adalah hadits Muslim yang telah lalu (540) dan telah dijelaskan riwayat Abu
Daud yakni padanya terdapat penjelasan bahwa menjawab salam ketika sedang shalat itu dengan tangan.
52 HR. Abu Daud (927) Al-Albaniy mengatakan: hadist Hasan Shahih, Shahih Abi Daud no.820.


Didalam ‘Aun Al-Ma’bud disebutkan: “Ketahuilah bahwa menjawab
salam dengan isyarat pada hadits ini adalah dengan cara telapak tangan,
sedangkan dari hadits Jabir dengan tangan, dari pada hadits Ibnu Umar dari
Suhaib dengan jari telunjuk. Dan didalam hadits Ibnu Mas’ud yang
diriwayatkan oleh Al-Baihaqi, dengan lafazh bahwa beliau menganggukkan
kepalanya, dan dalam riwayat lain dengan menolak mempergunakan kepalanya.
Riwayat-riwayat ini jika diselarskan, menunjukkan bahwa Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa sallam sesekali mengamalkan yang ini dan sekali waktu
dengan yang lainnya, sehingga semua amalan itu diperbolehkan. Wallahu
a’lam.53
17. Boleh memberi salam kepada orang yang sedang membeca Al-Qur`an dan
wajib untuk menjawabnya.
Memberi salam kepada orang yang sedang disibukan dengan membeca
Al-Qur`an sebagian ulama melarangnya dan sebagian yang lain
membolehkannya. Yang benar adalah pendapat yang membolehkannya. Karena
tidak ada dalil yang dapat mengeluarkan seseorang yang sedang membaca Al-
Qur`an dari keumuman nash-nash syara’ yang menganjurkan untuk menyebar
salam dan yang menunjukkan wajibnya membalas salam.
Seseorang yang sedang menyibukkan dirinya dengan dzikir yang paling
tinggi nilainya yakni membaca Al-Qur`an, buka penghalang baginya untuk
tidak diberi salam dan wjaibnya membalas salam tersebut juga tetap wajib
waginya
Al-Lajnah Ad-Daimah menyatakan dalam slaah satu fatwa pada sebuah
pertanyaan : Bolehnya seorang yangmembaca Al-Qur`an untuk memulai salam
dan wajib baginya untuk menjawab salam. Dikarenakan tidak ada satupun dalil
syar’I yang shahih yang melarang hal itu. Dan hukum asalhnya adalah berpegang dengan keumuman dalil yang mensyariatkan memulai salam dan
wajibnya membalas salam kepada seseorang yang mengucapkan salam hingga
ada dalil yangmengkhususkan hal itu 54
18. Makruh mengucapkan salam kepada orang yang sedang berada dalam WC.
Dalil yang menunjukkan larangan ini adalah hadits yang telah
diriwayatkan oleh Ibnu Umar radhiallahu ‘anhu, bahwasannya seorang melalui
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, sedangkan beliau sedang kencing, lalu
orang tersebut mengucapkan salam kepada beliau dan beliau tidak
menjawabnya”.55
Berdasarkan dalil ini ulama telah bersepakat56 atas makruhnya menjawab
salam bagi orang yang sedang berada dalam wc, baik sedang kencing atau
sedang menunaikan hajat (buang air). Dan disukai bagi orang yang diberikan
salam sementara dia masih berada di wc untuk terus menyelesaikan hajatnya
dan menjawab salam tersebut setelah berwudhu`sebagai bentuk keteladanan
terhadap Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Al-Muhajir bin Qunfudz
radhiallahu ‘anhu meriwayatkan bahwa beliau mendatangi Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa sallam, sedangkan beliau sedang kencing, kemudian dia
mengucapkan salam kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, akan tetapi
Rasulullah tidak menjawab salamnya sampai beliau berwudhu`, lalu beliau
meminta udzur kepadanya, dan mengatakan : “Sesungguhnya aku tidak suka
untuk berzikir kepada Allah ‘azza wajalla kecuali dalam keadaan suci”. Atau
beliau mengatakan, “kecuali dengan bersuci”.57
19. Disunnahkan mengucapkan salam ketika masuk kedalam rumah.
54 Fatawa Al-Lajnah Ad-Daimah Lil-Buhuts Al-‘Ilmiyath wal Iftaa (4/83)
55 HR.Muslim no.370
56 Lihat Syarah Muslim karya An-Nawawi ( jilid 2 4 / 55 )
57 HR. Abu Daud dan lafazh ini lafazh riwayat beliau (17) Asy-Syaikh Al-Albaniy berkata hadist ini shahih,
dan berkata Ibnu Muflih pada salah satu jalan, “Isnadnya jayyid”, Al-Adab Asy-Syar’iyah (1/355), Ahmad
(18555), An-An-Nasaa`i (38), Ibnu Majah (351) dan Ad-Darimi (2641)
53 ‘Aun al-Ma’bud , syarah sunan Abu Daud (jilid 12 juz 3 hal.128) terbitan Daar Al-Kutub Al-‘Ilmiyah




Apabila rumah dalam keadaan kosong, sebagian ulama dari generasi
sahabat dan selainnya berpendapat sunnahnya seseorang mengucapkan salam
kepada dirinya sendiri jikalau rumah tersebut da;am keadaan kosong.
Diriwayatkan dari Abdullah bin Umar radhiallahu ‘anhuma, beliau berkata:
“Apabila seseorang masuk kerumah yang tidak ditinggali, hendaklah ia
mengucapkan: “Assalaamu’alaina wa ‘ala ibaadillahi shaalihin”.58
Diriwayatkan dalil yang serupa dengan hadits diatas dari Mujahid dan
selain keduanya.59
Ibnu Hajar berkata: “ Termasuk kedalam keumuman hadits yang
mengajurkan untuk menyebarkan salam adalah mengucapkan salam kepada
dirinya sendiri ketika ia masuk kedalam rumahnya yang tidak ada seorangpun
didalamnya. Berdasarkan firman Allah ta’ala :
“ Dan apabila kalian masuk kedalam rumah, maka ucapkanlah salam kepada diri kalian “
( An-Nuur :61) 60
Begitu juga jika ia masuk kedalam rumahnya yang tidak ada orang lain
didalam rumah kecuali keluarganya, maka disunnahkan bagi anda untuk
mengucapkan salam kepada mereka juga. Diriwayatkan dari Abi Az-Zubair
bahwa ia mendengar Jabir berkata, “Jika seseorang masuk kedalam rumahnya,
hendalklah ia mengucapkan salam kepada keluarganya untuk mengaharap
keberkahan dan kebaikan dari sisiAllah ta’ala”.61
Mengucapkan salam ketika masuk kerumah ini bukanlah merupakan
kewajiban. Ibnu Juraij berkata, “Aku berkata kepada Atha’, “Apakah wajib
mengucapkan salam ketika masuk atau keluar rumah?” Beliau menjawab,
“Tidak, karena tidak satupun atsar yang menyebutkan tentang wajib ucapan salam tersebut, akan tetapi disukai jika dilakukan dan hendaklah tidak
melupakannya”.62
Demikianlah bahwa tidak ada dalil tentang hal itu, akan tetapi untuk
mencari keutamaan, sepantasnyalah bagi seorang muslim yang telah
mengetahui keutamaanya untuk melakukannya. Dan diantara keutamaannya
adalah tercantum pada hadits yang diriwayatkan oleh Abu Umamah radhiallahu
‘anhu, beliau berkata: “Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “Tiga orang
yang seluruhnya dijamin oleh Allah hidupnnya dan jika mati dijamin oleh Allah
masuk surga, yaitu orang yang jika masuk kedalam rumah dengan
mengucapkan salam, maka Allah ta’ala menjamin orang tersebut. Dan barang
siapa yang keluar untuk pergi ke masjid maka Allah t’aala menjamin orang
tersebut. Dan seseorang yang keluar dijalan Allah, maka Allah menjamin orang
tersebut”.63
20. Menjawab salam kepada orang yang mengirimkan salan kepadanya dan
dan kepada yang dititipi salam.
Perkara ini telah diterangkan didalam As-Sunnah. Seorang laki-laki
datang kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan berkata: “Sesungguhnya
Ayahku menitipkan salam kepada anda “, maka Rasulullah Shallallahu ‘alaihi
wa sallam bersabda: “ ’Alaika dan ‘ala Abiika as-salam”.64
Dan pada hadits ‘Aisyah Ummul Mukminin radhiallahu ‘anhu, beliau
berkata: “Sesungguhnya Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata kepadaku:
“Jibril menitipkan salam kepadamu” Aku berkata, “Wa’alaihis-salam
warahmatullah”.65
Dan pada hadits yang lain juga dikatakan bahwa Jibril menitipkan salam kepada
Khadijah. Al-Hafidz berkata: “Sesungguhnya ketika Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam menyampaikan salam Allah kepada nya melalui Jibril maka Khadijah
berkata : “ Innallaha Huwa As-Salam wa Minhu As-Salam wa ‘Alaika as-salam wa ‘ala
Jibril as-salam”.66
Walhasil dari kesemua hadits-hadits ini, dapat diambil kesimpulan bahwa
menjawab salam kepada orang yang menitipkannya bukanlah merupakan
sebuah kewajiban akan tetapi hanya sebuah perkara yang disukai.
Ibnu Hajar berkata: “Saya tidakf melihat pada hadits ‘Aisyah, bahwasannya
beliau membalas salam kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka hal itu
bukan merupakan perkara yang wajib”.67
Faedah : Ibnu Abdil Barr berkata: “Berkata seseorang kepada Abi Dzar: “Fulan
menyampaikan/menitipkan salam kepadamu” Maka Abu Dzar menjawab:
“Salam itu adalah sebuah hadiah yang baik dan yang ringan untuk dipikul”.68
21. Mendahulukan shalat tahiyyat al-masjid sebelum mengucapkan salam
ketika seseorang masuk kedalam masjid.
Seseorang yang masuk kemasjid, disunnahkan untuk melakukan shalat
sunnah tahiyyat al-masjid terlebih dahulu sebelum mengucapkan salam kepada
orang yang berada didalam masjid. Pada hadits sahabat yang keliru dalam
pengerjaan shalatnya, yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu,
bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam masuk ke dalam masjid kemudian
seseorang masuk kedalam masjid lalu mengerjakan shalat, kemudian dia
mendatangi Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan mengucapkan salam
kepadanya, maka Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab salamnya
dan bersabda: “Kembalilah, dan shalatlah ! sesungguhnya kamu belum
melaksanakan shalat (sampai tiga kali)…al-hadits “.69
66 Al-Hafidz didalam Fathul Baari menyandarkan hadits ini, kepada riwayat An-Nasaa`i dari hadits Anas.
Lihat Fathul Baari (11/14) (7/172)
67 Fathul Baari (11/14)
68 Al-Adab Asy-Syar’iyah (1/393)
69 HR. Al-Bukhari (7939)
62 Tafsir Ibnu Katsir (305/3)
63 Adabul Mufrad (1094) Asy-Syaikh Al-Albani berkata hadits ini Shahih.
64 HR. Abu Daud (5231) dan Albaniy menghasankannya , Ahmad (22594)
65 HR. Al-Bukhari (6253)
58 Al-Adab Al-Mufrad oleh Al-Bukhari (1055) dan dikeluarkan juga oleh Ibnu Abi Syaibah. Berkata Al-Hafidz
Ibnu Hajar “sanadnya hasan” (Fathul Baari 11/22) demikian juga Asy-Syaikh Al-Albaniy mengatakan
sanadnya hasan pada Shahih Al-Adab Al-Mufrad.
59 Lihat Tafsir Ibnu Katsir (3/305) Cetakan Daar Ad-Da’wah
60 Fathul Baari (11/22)
61 Al-Adab Al-Mufrad (1095) Al-Albani mengatakan: hadits ini shahih.



Ibnul Qayyim Al-Jauzi berkata: “Dan diantara petunjuk Nabi Shallallahu
‘alaihi wa sallam adalah orang yang masuk kedalam Masjid dan dia langsung
melaksanakan shalat dua rakaat tahiyyat al-masjid, kemudian dia mendatangi
orang-orang yang ada dimasjid lalu mengucapkan salam kepada mereka.
Dengan demikian shalat tahiyyat al-masjid didahulukan dari pada mengucapkan
salam kepada orang yang ada dalam masjid. Hal ini dikarenakan tahiyyat almasjid
adalah hak Allah ta’ala sedangkan mengucapkan salam kepada orangorang
itu adalah hak mereka, hak Allah dalam keadaan yang seperti ini lebih
berhak untuk didahulukan, kemudian beliau mengutip hadist sahabat yang
keliru dalam shalatnya sebagai dalil atas ulasan beliau.
Kemudian Ibnul Qayyim melanjutkan: “Rasulullah mengingkari
shalatnya namun beliau tidak mengingkari salamnya yang diakhirkan setelah
melaksanakan shalat tahiyyat al-masjid”.70
Saya berkata: “Ini adalah ketentuan bagi orang yang masuk kemasjid dan di
dalamnya ada sekelompok orang yang sedang duduk-duduk atau ada halaqah
ilmu atau selainnya. Maka yang disunahkan baginya adalah mendahulukan dua
rakaat shalat tahiyyat al-masjid, kemudian setelah selesai shalat barulah ia
mendatangi mereka dan menyampaikan salam kepada mereka. Adapun jika
masuk masjid sementara orang-orang tersebut masih melakukan shalat,
hendaklah dia memberikan salam kepada mereka terlebih dahulu baru
melaksanakan shalat tahiyyat al-masjid atau melakukan apa yang telah
ditetapkan padanya. Wallahu a’lam.
22. Makruh mengucapkan salam ketika mendengarkan khutbah jum’at.
Dalil dari masalah ini adalah hadits yang diriwayatkan dari Abu Hurairah
radhialallahu ‘anhu bahwasannya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda: “ Jika kamu mengatakan kepada temanmu pada hari Jum’at, “Diamlah!” sementara imam masih menyampaikan khutbahnya maka kamu
telah lalai”.71
Berdasarkan hal ini maka tidak disyariatkan memberikan salam kepada
siapapun ketika khatib masih menyampaikan khutbah, demikianlah yang telah
diperintahkan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam yakni agar semua
makmum diam ketika sedang mendengarkan khutbah imam pada hari Juma’at.
Masalah : “Apabila seseorang masuk ke masjid pada hari jum’at kemudian
mengucapkan salam kepada jama’ah yang ada didalamnya, apakah wajib bagi
makmum yang berada didalam untuk menjawab salam tersebut?
Jawab : Al-Lajnah Ad-Daa`imah menyatakan: “Tidak diperbolehkan bagi siapa
saja ketika masuk masjid untuk mengucapkan salam pada hari Jum’at
sedangkan imam sedang menyampaikan khutbah, dan bagi yang berada
didalam masjid tidak diperbolehkan menjawab salam disaat imam khuthbah.
Akan tetapi jikalau dia memjawabnya dengan isyarat maka hal tersebut
diperbolehkan”72.
Masalah : Apakah yang harus dilakukan seorang makmun seseorang yang
berada di sampingnya mengucapkan salam kepadanya dan menyalaminya
disaat imam sedang khuthbah?
Jawab : Al-Lajnah Ad-Daa`imah menyatakan: “Berjabatan tangan saja tanpa
berbicara. Kemudian menjawab salam ketika imam istirahat/selesai khutbah
pertama. Apabila dia mengucapkan salam sementara imam sedang khuthbah
yang kedua, maka anda menjawab salamnya setelah khathib menyelesaikan
khuthbah yang kedua”.73
23. Mendahulukan salam sebelum berbicara.
71 HR.Al-Bukhari no.934
72 Fatwa Al-Lajnah Ad-Daa`imah Lilbuhuts Al-Ilmiyah wal-Iftaa` (8/243)
73 Fatwa Al-Lajnah Ad-Daa`imah Lilbuhuts Al-Ilmiyah wal-Iftaa` (8/246)
70 Zaad Al-Ma’ad (2/413-414)

Adapun para As-Salaf Ash-Shaleh jika mereka saling bertemu, maka
mereka mendahulukan salam sebelum bicara dan saling bertanya tentang
keadaan mereka dan kebutuhan mereka. An-Nawawi berkata, “Yang termasuk
Sunnah, jika eorang muslim mengucapkan salam sebelum dia berbicara. Hadisthadits
yang shahih serta amalan ulama Salaf dan ulama kontemporer sudah
demikian populernya menyepakati hal itu. Inilah pendapat yang dijadikan acuan
dalam pasal pembahasan ini. Adapun hadits, sebagaimana yang telah kami
riwayatkan didalam kitab At-Tirmidzi dari Jabir radhiallahu ‘anhu, beliau
berkata: “Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Ucapkan salam
sebelum berbicara”. Akan tetapi hadits ini dha’if. At-Tirmidzi mengatakan: “
Hadits ini hadits munkar”.74
24. Salam kepada pelaku maksiat dan pelaku bid’ah
Adapun pelaku maksiat, maka hendaklah mengucapkan salam kepada
mereka dan menjawab salamnya ketika mereka mengucapkan salam kepada
kita. An-Nawawi berkata: “ Ketahuilah bahwasannya seorang muslim yang
tidak terkenal sebagai pelaku kefasikan dan bid’ah, maka hendaklah
mengucapkan salam kepadanya dan wajib menjawab salamnya.75
Akan tetapi jika dia telah dikenali sebagai seorang pelaku maksiat dan
kefasikan serta pelaku bid’ah, apakah akan dikatakan untuk meninggalkan
ucapan salam kepadanya ?
Maka kita jawab: “Apabila hal itu akan memberikan mashlahat kepada pelaku
maksiat tersebut yaitu dia akan meninggalkan kemaksiatan, apabila tidak diberi
salam ataukah dengan tidak menjawab salamnya. Apabila hal tersebut untuk
suatu kemashlahatan maka salam dapat ditinggalkan dan tidak diucapkan
kepadanya agar sipelaku maksiat berhenti dari perbuatannya. Adapun jikalau
yang terjadi sebaliknya, dan besar kemungkinan dalam persepsi kita, bahwa kemasiatannya akan bertambah, maka kita tidak mengapa mengucapkan salam
kepadanya dan menjawab salamnya untuk meminimalisir mafsadat. Karena
tidak ada mashalat yang tercapai. Dan masalah ini dasarnya kembali kepada
masalah pemboikotan – yaitu kepada pelaku maksiat dan bid’ah , pent -
Sedangkan kepada pelaku bid’ah. Sesungguhnya bid’ah sendiri terbagi
menjadi dua bagian. Ada bid’ah mukafirrah (yang menyebabkan pelakunya
kafir) dan yang tidak menyebabkan pelakunya kafir. Maka bagi pelaku bid’ah
mukaffirah, tidak diperbolehkan mengucapkan salam kepadanya dalam
keadaan apapun. Dan bagi pelaku bid’ah yang atidak menyebabkan pelakunya
kafir, maka hukumnya serupa dengan hukum bagi pelaku maksiat sebagaimana
yang telah dijelaskan diatas.
Kami akan menyadur perkataanAsy-Syaikh Muhammad bin ‘Utsaimin
tentang masalah pemboikotan terhadap pelaku bid’ah. Penjelasan beliau
ditujukan kepada masalah yang berkaitan dengan mengucapkan salam kepada
pelaku bid’ah. Namun masalah tersebut tidak ada perbedaannya, karena
masalah pemboikotan juga mencakup peninggalan ucapan salam dan
menjawabnya.
Asy-Syaikh berkata: “Adapun memboikot mereka (pelaku bid’ah) , maka itu
tergantung kepada kebid’ahannya, jika bid’ahnya itu mukaffirah, maka wajib
untuk memboikotnya. Akan tetapi jika bukan merupakan bid’ah mukaffirah
maka pemboikotan terhadapnya bergantung terhadap mashlahat yang tercapai,
jika ada maka kita melakukannya dan jika tidak terdapat mashalahat dalam
pemboikotan tersebut maka kita meninggalkannya. Hal tersebut dikarenakan
asal pada seorang mukmin adalah pengharaman dalam memboikotnya,
berdasarkan sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam : “Tidak halal bagi seorang
mukmin untuk tidak menegur saudaranya lebih dari tiga hari”.76
Dalil maslaah ini adalah hadits Ka’ab bin Malik radhialahu ‘anhu yang
sangat panjang ketika beliau menyelisihi tidak ikut berjihad bersama Rasulullah
76 Fatawa Al-Aqidah hal.614
74 Al-Adzkar hal.312.
75 Al-Adzkar hal.364

Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan taubat beliau kepada Allah. Pada hadits
tersebut Ka’ab berkata: “Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah melarang kaum
muslimin untuk berbicara kepada salah seorang dari tiga orang yang telah
menyelisihi beliau, maka orang-orang pun meninggalkan kami dan mereka
berubah sikap mereka kepada kami. Sehingga bumi ini terasa sempit bagi,
tidaklah sebagaimana yang telah saya ketahui. Kmaipun berada dalam keadaan
demikian sleama lima puluh malam. Adapun kedua temanku, keduanya
berdiam diri dan duduk dirumah mereka berdua menangis. Sedangkan saya,
saya adalah yang paling muda dan paling gigih diantara mereka. Sayapun
menghadiri shalat bersama kaum muslimin, dan berada dipasar, namun tidak
seorangpun yang menyapaku. Dan saya mendatangi Rasululah Shallallahu
‘alaihi wa sallam dan mengucapkan salam kepada beliau, sementara beliau
masih berada ditempat duduk beliau selepas mengerjakan shalat. Maka saya
bertanya kepada diriku: Apakah beliau menggerakkan kedua bibirnya
menjawab salamku atau tidak ? “77
25. Disunnahkan untuk mengucapkan salam ketika bubar dari majelis.
Sebagaimana disunnahkannya mengucapkan salam ketika hendak
mendatangi suatu majlis maka begitu pula disunnahkan untuk menyampaikan
salam ketika hendak meninggalkan majlis. Diriwayatkan dari Abu Hurairah
radhiallahu ‘anhu berkata: “Jika seseorang mendatangi majlis, maka hendaklah
ia mengucapkan salam ketika hendak berdiri maka hendaknya dia
mengucapkan salam. Dan salam yang pertama tidaklah lebih utama dari salam
yang terakhir “78
77 HR. Al-Bukhari no.4418.
78 HR. At-Tirmidzi no.2861 dan beliau berkata, “Hadits ini hasan”. Dan diriwaytakan juga oleh Abu Daud
(5208), Al-Albaniy berkata hadits hasan shahih, Al-Bukhari dalam Al-Adab Al-Mufrad (1008) Dan Ath-
Thahawi dalam Musykil Al-Atsar (1351) penerbit Muasasah Ar-Risalah