Friendster Glitter Background

Tuesday, March 6, 2012

Tafsir Mimpi / Translating Dreams

Ustadz Abu Sa'ad al-Wa'izh berkata, "Pada prinsipnya mimpi yang baik itu bersumber dari aneka amal yang benar dan mengingatkan akan aneka akibat dari berbagai urusan. Dari mimpi yang baik itu muncullah aneka perintah, larangan, berita gembira, dan peringatan. Dikatakan demikian karena mimpi yang baik merupakan sisa dan bagian dari kenabian, bahkan ia merupakan satu dari dua bagian kenabian, sebab ada nabi yang wahyunya berupa mimpi. Orang yang menerima wahyu melalui mimpi disebut Nabi. Adapun orang yang menerima ucapan malaikat saat dia terjaga disebut Rasul. Inilah yang membedakan antara nabi dan rasul."


Abu Ali Hamid bin Muhammad bin Abdullah ar-Rafa` memberitahukan kepada kami, dari Muhammad ibnul-Mughirah, dari Makki bin Ibrahim, dari Hisyam bin Hasan, dari Muhammad bin Sirin, dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah bersabda, "Jika masa semakin dekat, mimpi seorang muslim nyaris tidak pernah dusta. Muslim yang paling benar mimpinya adalah yang paling jujur perkataannya. Mimpi seorang mukmin merupakan satu bagian dari 46 bagian kenabian. Mimpi ada tiga macam: mimpi yang baik sebagai berita gembira dari Allah 'azza wa jalla, mimpi seorang muslim yang dialami oleh dirinya sendiri, dan mimpi sedih yang berasal dari setan. Jika salah seorang di antara kamu mengalami mimpi yang tidak disukai, janganlah menceritakannya kepada orang lain, bangunlah, kemudian shalatlah." (Muttafaq 'alaih) Beliau bersabda, "Aku menyukai mimpi ihwal rantai, tetapi tidak menyukai mimpi ihwal belenggu." ( Shahih al-Jami' ) Rantai ditakwilkan dengan keteguhan pada agama.


Abu Abdullah al-Mahlabi dan Muhammad bin Ya'qub bin Yusuf menceritakan kepada kami dari al-'Abbas ibnul-Walid bin Mazid, dari 'Uqbah bin 'Alqamah al-Mu'arifi, dari al-Auza'i, dari Yahya bin Abi Katsir, dari Abi Salamah bin Abdurrahman, dari 'Ubadah ibnush-Shamit bahwa ia bertanya kepada Rasulullah tentang ayat 63-63 surah Yunus, " Yaitu orang-orang yang beriman dan mereka selalu bertakwa. Bagi mereka berita gembira di dalam kehidupan di dunia dan dalam kehidupan di akhirat." Maka, Rasulullah menjawab, "Sungguh kamu telah menanyakan sesuatu kepadaku yang belum pernah ditanyakan oleh seorang pun selainmu. Al-busyra ialah mimpi yang baik yang dialami oleh seseorang atau dianugerahkan Allah kepadanya." ( As-Silsilah ash-Shahihah ) Ustadz Abu Sa'ad berkata, "Hadits-hadits yang kami riwayatkan tersebut menunjukkan bahwa mimpi itu memang sesuatu yang benar secara substansial dan bahwa mimpi itu memiliki ketentuan dan dampak."


Di antara dalil yang menunjukkan kebenaran mimpi ialah bahwa saat Ibrahim tidur, Allah memperlihatkan kepadanya seolah-olah dia menyembelih putranya. Setelah bangun, dia pun melaksanakan apa yang diperintahkan kepadanya saat tidur. Allah Ta'ala mengisahkan kejadian tersebut, "Maka tatkala anak itu mencapai kesanggupan berusaha bersama-sama Ibrahim, Ibrahim berkata, 'Hai anakku sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka, pikirkanlah apa pendapatmu!' Dia menjawab, 'Hai bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu; insya Allah kamu akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar.'" (ash-Shaaffat: 102)

Setelah Ibrahim a.s. memahami mimpinya dan berupaya melaksanakannya, lalu Allah memberinya jalan keluar karena kasih-sayang-Nya, dia mengetahui bahwa mimpi itu merupakan hukum. Demikian pula halnya dengan mimpi yang dialami Yusuf a.s., yang dikisahkan Allah dalam Al-Qur`an sebagai kisah yang populer dan terkenal.

Abu Sa'id Ahmad bin Muhammad bin Ibrahim meriwayatkan kepada kami dari Ali bin Muhammad al-Waraq, dari Ahmad bin Muhammad bin Nashr, dari Yusuf bin Bilal, dari Muhammad bin Marwan al-Kalbi, dari Abu Shalih, dari Ibnu Abbas bahwa Aisyah berkata, "Rasulullah terkena sihir. Maka, beliau jatuh sakit, sehingga kami mengkhawatirkannya. Ketika beliau berada antara tidur dan terjaga, tiba-tiba turun dua malaikat: yang satu berada di dekat kepala Rasulullah dan yang lain berada di dekat kaki beliau. Malaikat yang berada dekat kepala berkata kepada malaikat yang berada dekat kaki, 'Mengapa dia sakit?'

Malaikat bertanya demikian supaya Nabi saw. memahami persoalannya.

Temannya menjawab, 'Terkena sihir.'
'Siapa yang melakukannya?'
'Lubaid bin A'sham, orang Yahudi.'
'Di mana dia melakukannya?'
'Di sumur Dzarwan.'
'Bagaimana mengobatinya?'
'Kirimlah orang ke sumur itu dan keringkan airnya. Jika tampak sebuah batu besar, singkirkanlah karena di bawahnya terdapat tali busur yang berpintal sebelas dan diletakkan di dalam kantong. Setelah itu bakarlah ia. Insya Allah dia sembuh. Jika dia menyuruh orang, hendaknya dia mengeluarkan kantong itu.'"


Ibnu Abbas melanjutkan, "Nabi pun bangun dan beliau telah memahami apa yang dikatakan kepadanya oleh malaikat. Beliau menyuruh 'Ammar bin Yasir dan sekelompok sahabatnya ke sumur tersebut yang airnya telah berubah seperti inai. Kemudian sumur itu dikeringkan. Setelah tampak batu besar, ia pun digulingkan, dan tampaklah di bawahnya kantong yang berisikan tali busur bersimpul sebelas. Kemudian mereka membawanya kepada Rasulullah. Maka, turunlah surah al-Falaq dan surah an-Naas. Kedua surah ini berjumlah 11 ayat dan sama dengan banyaknya buhul yang berjumlah 11 pula. Setiap kali beliau membaca satu ayat, lepaslah satu buhul. Setelah seluruh buhulnya terbuka, Rasulullah dapat bangkit dan seolah-olah terlepas dari ikatan. Buhul itu pun dibakar. Nabi menyuruh kita berlindung kepada Allah melalui kedua surah tersebut. Lubaid mengunjungi Rasulullah. Meskipun beliau menceritakan kejadian di atas, pada wajah Lubaid tidak tampak perubahan apa pun." Hadits di atas menunjukkan kebenaran masalah mimpi dan keberadaannya di dalam banyak hadits, sehingga terlampau panjang untuk menceritakannya. Hadits di atas menunjukkan kebenaran masalah mimpi dan keberadaannya di dalam banyak hadits, sehingga terlampau panjang untuk menceritakannya.

Ustadz Abu Sa'ad berkata, "Aku melihat bahwa ilmu itu terdiri atas beberapa jenis, di antaranya ada yang bermanfaat bagi dunia, tetapi tidak bermanfaat bagi agama; ada yang bermanfaat bagi dunia dan agama. Ilmu tentang mimpi termasuk ilmu yang bermanfaat bagi dunia dan agama. Kemudian aku shalat istikharah sebelum mengumpulkan apa yang berasal dari Allah dan menempuh metode peringkasan seraya memohon pertolongan kepada-Nya dalam menyempurnakan apa yang diridhai dan dicintai-Nya. Juga berlindung kepada-Nya dari ujian dan fitnah-Nya. Allahlah Pemilik taufik. Cukuplah Dia bagi kami. Dia adalah sebaik-baik Pelindung."

Ustadz Abu Sa'ad berkata, "Orang perlu menegakkan tata kesopanan agar mimpinya mendekati kebenaran. Di antara adab kesopanan itu ialah membiasakan diri berkata jujur. Nabi bersabda dalam hadits muttafaq alaih, ' Orang yang paling benar mimpinya ialah yang paling benar perkataannya.'" Adab lainnya ialah tidur dengan punya wudhu. Abu Dzar berkata, "Kekasihku (Muhammad saw.) memberikan tiga pesan kepadaku yang tidak pernah aku tinggalkan hingga mati. Yaitu, puasa tiga hari pada setiap bulan, dua rakaat shalat fajar, dan tidak tidur kecuali punya wudhu. " Demikian yang diriwayatkan Bukhari dan Muslim.

Adab lainnya ialah tidur dengan berbaring ke sisi kanan tubuh karena Nabi saw. menyukai bagian kanan dalam segala hal. Diriwayatkan bahwa beliau tidur pada sisi kanan tubuhnya seraya meletakkan tangan kanannya di bawah pipi kanan, lalu berdoa, " Ya Allah, lindungilah aku dari azab-Mu pada saat Engkau mengumpulkan hamba-hamba-Mu." (HR Tirmidzi dan Abu Dawud) Mimpi terbagi dua: mimpi yang benar dan yang batil. Mimpi yang benar ialah yang dialami manusia tatkala kondisi psikologisnya seimbang dan keadaan cuaca sedang seperti ditandai oleh bergoyangnya pepohonan hingga berjatuhannya dedaunan. Mimpi yang benar tidak didahului dengan adanya pikiran dan keinginan akan sesuatu yang kemudian muncul dalam mimpi. Kebenaran mimpi juga tidak ternodai oleh peristiwa junub dan haid.

Adapun mimpi yang batil ialah yang ditimbulkan oleh bisikan nafsu, keinginan, dan hasrat. Mimpi demikian tidak dapat ditakwilkan. Demikian pula mimpi "basah" dan mimpi lain yang mewajibkan mandi dikategorikan sebagai mimpi yang batil karena tidak mengandung makna. Sama halnya dengan mimpi yang menakutkan dan menyedihkan karena berasal dari setan. Allah Ta'ala berfirman, "Sesungguhnya pembicaraan rahasia itu adalah dari setan, supaya orang-orang yang beriman itu berduka cita, sedang pembicarana itu tiadalah memberi mudharat sedikitpun kepada mereka, kecuali dengan izin Allah dan kepada Allahlah hendaknya orang-orang yang beriman bertawakal." (al-Mujaadilah: 10)


Jika seseorang mengalami mimpi yang tidak disukai, disunnahkan melakukan lima perbuatan. Yaitu, mengubah posisi tidur, meludah ke kiri sebanyak tiga kali, memohon perlindungan kepada Allah dari godaan setan yang terkutuk, bangun dan shalat, dan tidak menceritakan mimpinya kepada siapa pun. Ustadz Abu Sa'ad berkata, "Pelaku mimpi hendaknya memelihara etika yang perlu dipegang teguh dan memiliki batasan-batasan yang selayaknya tidak dilampaui. Demikian pula halnya dengan pentakwil." Etika pelaku mimpi ialah, pertama, dia tidak menceritakan mimpinya kepada orang yang hasud sebagaimana dikatakan Ya'kub kepada Yusuf, "Ayahnya berkata, 'Hai anakku, janganlah kamu ceritakan mimpimu itu kepada saudara-saudaramu, maka mereka akan membuat makar untuk membinasakanmu.'" (Yusuf: 5)


Kedua, jangan menceritakan mimpinya kepada orang yang bodoh. Nabi saw. bersabda, " Janganlah kamu menceritakan mimpimu kecuali kepada orang yang dicintai atau kepada orang yang pandai." Ketiga, janganlah menceritakan mimpi kecuali secara rahasia karena dia pun melihatnya secara rahasia pula. Jangan menceritakannya kepada anak-anak dan wanita. Sebaiknya mimpi itu diceritakan menjelang awal tahun dan pada pagi hari, bukan sesudah keduanya lewat.

Adapun etika pentakwil ialah sebagai berikut.

  • Pertama, jika saudaranya menceritakan mimpi kepadanya, maka katakanlah, "Aku kira mimpi itu baik."
  • Kedua, hendaknya menakwilkan mimpi dengan cara yang paling baik. Diriwayatkan bahwa Nabi saw. bersabda, "Mimpi akan terjadi sebagaimana ia ditakwilkan." Juga diriwayatkan bahwa beliau bersabda, " Mimpi itu bagaikan kaki yang menggantung selama belum diungkapkan. Jika telah diungkapkan, maka terjadilah." Demikian yang disebut dalam as-Silsilah ash-Shahihah.
  • Ketiga, menyimak mimpi dengan baik, kemudian menjawab si penanya dengan jawaban yang mudah dipahami.
  • Keempat, jangan tergesa-gesa menakwilkan mimpi. Lakukanlah dengan hati-hati.
  • Kelima, menyembunyikan mimpi dan tidak menyebarkannya sebab ia merupakan amanat. Jangan menakwilkan mimpi ketika matahari terbit, ketika tergelincir, dan ketika terbenam.
  • Keenam, memperlakukan pelaku mimpi secara berbeda. Janganlah menakwilkan mimpi raja seperti menakwilkan mimpi rakyat, sebab mimpi itu berbeda karena perbedaan kondisi pelakunya.
  • Ketujuh, merenungkan mimpi yang dikemukakan kepadanya. Jika mimpi itu baik, maka takwilkanlah dan sampaikanlah kabar gembira kepada pelakunya sebelum mimpi itu ditakwilkan. Jika mimpi itu buruk, maka janganlah menakwillkannya atau takwilkanlah bagian mimpi yang takwilnya paling baik. Jika sebagian mimpi itu merupakan kebaikan dan sebagian lagi keburukan, maka bandingkanlah keduanya, lalu ambillah mimpi yang paling tepat dan paling kuat pokoknya. Jika pentakwil mengalami kesulitan, bertanyalah kepada pelaku mimpi ihwal namanya, lalu takwilkannya berdasarkan namanya itu.

    Paparan singkat ini cukup kaya bagi orang yang mau merenungkannya dan mencermati maknanya. Kalaulah kami memaparkannya secara panjang lebar, niscaya menimbulkan kebosanan dan kejemuan. Kami berharap kepada Allah Ta'ala kiranya buku ini bermanfaat bagi kita dan kiranya Dia melindungi kita dari ilmu yang tidak bermanfaat, perut yang tidak pernah kenyang, nafsu yang tidak mau tunduk, doa yang tidak diterima, tabiat yang menyeret kepada ketamakan, dan ketamakan yang tidak pernah berakhir. Sesungguhnya Allah Ta'ala Mahakuasa atas segala yang dikehendaki-Nya, serta Maha melakukan apa yang dituju-Nya. Cukuplah bagiku Allah. Dialah sebaik-baik Pelindung.
  • Janji Allah s.w.t. kepada kaum mukminin

    Kekuasaan yang Dijanjikan Allah untuk Kaum Mukminin

    "Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman di antara kamu dan mengerjakan amal-amal yang saleh bahwa Dia sungguh-sungguh akan menjadikan mereka berkuasa di muka bumi, sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang yang sebelum mereka berkuasa. Sungguh Dia akan meneguhkan bagi mereka agama yang telah diridhai-Nya untuk mereka dan Dia benar-benar akan menukar (keadaan) mereka, sesudah mereka berada dalam ketakutan, menjadi aman sentosa. Mereka
    tetap menyembah-Ku dengan tiada mempersekutukan sesuatu pun dengan Aku. Barangsiapa yang (tetap) kafir sesudah (janji) itu, maka mereka itulah orang-orang yang fasik." (an-Nuur: 55)

    Itulah janji Allah kepada orang-orang yang beriman dan beramal saleh dari umat Nabi Muhammad saw. Janji itu berupa khilafah dan kekuasaan di muka bumi, kekokohan dan keteguhan agama yang diridhai bagi mereka, dan ketakutan mereka diganti dengan keamanan. Itulah janjiAllah. Janji Allah pasti benar. Janji Allah pasti terjadi. Allah sekali-kali tidak pernah mengkhianatjanji-Nya.

    Lantas apa hakikat dari iman itu? Dan, apa hakikat dari penganugerahan khilafah dan kekuasaan itu? Sesungguhnya hakikat iman itu yang dengannya akan terealisasi janji Allah secara pasti adalah hakikat sangat besar yang mencakup seluruh aspek aktivitas manusia. Dan, hakikat itu mengarahkan seluruh aktivitas manusia. Maka, ketika hakikat itu bersemayam dalam hati, ia akan menampakkan dirinya dalam gambaran amal yang penuh semangat, pembangunan, dan kreativitas yang semuanya tertuju kepada Allah.

    Orang yang melakukan itu semata-mata hanya mencari ridha Allah. Hakikat iman itu adalah ketaatan kepada Allah dan penyerahan diri secara total baik dalam perkara kecil maupun besar. Tidak tersisa lagi bersamanya hawa nafsu, syahwat di hati, penyimpangan dalam fitrah, melainkan semuanya tunduk kepada apa yang dibawa oleh Rasulullah dari sisi Allah.

    Iman itu merupakan manhaj kehidupan yang sempurna, mencakup seluruh perintah Allah. termasuk di antara perintah Allah itu adalah mempersiapkan segala sarana, menyiapkan bekal, mengusahakan wasilah-wasilah, dan membekali diri sendiri dengan segalah keahlian yang memungkinkan untuk mengemban amanat besar di muka bumi ini… yaitu amanah khilafah.

    Jadi, apa hakikat dari penganugerahan khilafah dan kekuasaan di bumi itu? Sesungguhnya khilafah dan kekuasaan di muka bumi adalah kekuatan untuk melakukan pemakmuran dan perbaikan, bukan untuk memusnahkan dan menghancurkan. Ia juga merupakan kekuatan untuk merealisasikan keadilan dan ketenangan, bukan kezaliman dan penjajahan. Ia juga merupakan kekuatan untuk meraih derajat yang tinggi dalam jiwa manusia dan sistem kehidupannya, bukan untuk menyimpang baik individu maupun komunitas kepada perilaku-perilaku binatang!

    Itulah janji kekuasaan yang dijanjikan oleh Allah kepada orang-orang yang beriman dan beramal saleh. Mereka dijanjikan oleh Allah kekuasaan di muka bumi sebagaimana Allah telah menganugerahkannya kepada orang-orang yang beriman dan beramal saleh dahulu kala sebelum mereka. Tujuannya agar mereka merealisasikan manhaj yang dikehendaki oleh Allah, menetapkan keadilan yang diinginkan oleh Allah, dan berjalan bersama-sama dengan manusia dengan langkah-langkah di atas jalur yang mengantarkan kepada kesempurnaan yang ditentukan ketika Allah menciptakannya.

    Sedangkan, orang-orang yang diberi kekuasaan, kemudian mereka melakukan kerusakan di muka bumi, menyebarkan kezaliman, dan menyimpang kepada perilaku-perilaku binatang … maka mereka sesungguhnya bukanlah diberi kekuasaan yang sejati. Namun, mereka diuji dengan kekuasaan yang ada pada mereka. Atau, kaum lain diuji dengan kekuasaan mereka, yaitu kaum yang ditaklukkan oleh mereka karena hikmah yang ditentukan oleh Allah.

    Dalil dari pemahaman tentang hakikat kekuasaan ini adalah firman Allah,

    “…Dan sungguh Dia akan meneguhkan bagi mereka agama yang telah diridhai-Nya untuk mereka…."

    Kekokohan agama baru akan tercapai bila ia telah kokoh berada dalam hati, sebagaimana hal itu juga baru akan tercapai bila ia telah kokoh dalam mengatur dan

    mengendalikan kehidupan. Pada kondisi seperti itulah Allah menjanjikan kekuasaan kepada mereka di muka bumi. Dan, agama mereka yang diridhai bagi mereka, dijadikan sebagai agama yang menguasai bumi. Agama mereka itu menyuruh kepada perbaikan, keadilan, merasa lebih tinggi dan terhormat dari terjerumus ke dalam syahwat dunia, memakmurkan bumi, dan memanfaatkan segala yang disiapkan oleh Allah di dalam bumi. Bersama semua aktivitas itu ada perintah menyertakan keikhlasan hanya kepada Allah.

    Janji Allah itu telah terealisasikan sekali … dan akan terus terealisasikan selama orang-orang yang beriman mau menjalani syarat yang ditentukan Allah, “ Mereka tetap menyembah-Ku dengan tiada mempersekutukan sesuatu pun dengan Aku…."

    Selama orang-orang yang beriman tidak menyekutukan Allah dengan tuhan lain atau dengan syahwat-syahwat mereka …mereka beriman dan beramal saleh… maka janji Allah itu pasti terlaksana bagi setiap orang dari umat ini yang menunaikan syarat itu sampai hari kiamat kelak. Sesungguhnya kelambatan datangnya pertolongan, kekuasaan, peneguhan, pengokohan, dan keamanan Allah disebabkan oleh tidak hadirnya syarat Allah itu dalam salah satu di antara aspek-aspeknya yang luas, atau dalam beban taklif di antara taklif-taklif yang besar.

    Apabila umat telah mengambil pelajaran dari musibah itu, melewati ujian, memohon keamanan kepada Allah, memohon kejayaan kepada Allah, memohon kekuasaan … bersama dengan wasilah-wasilah yang dikehendaki oleh Allah dan syarat-syarat yang ditentukan oleh Allah … pasti Allah akan merealisasikan janji-Nya yang tidak pernah dikhianati-Nya. Sehingga, tidak ada satu kekuatan pun dari seluruh kekuatan yang ada di bumi ini yang mampu menghadangnya.

    Oleh karena itu, Allah menambah komentar atas janji itu dengan perintah shalat, zakat, dan taat. Tujuannya agar tidak menjadikan Rasulullah dan umatnya sebagai sasaran bagi kekuatan orang-orang kafir yang memerangi mereka dan memerangi agama mereka yang diridhai Allah.

    “Dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat, dan taatlah kepada rasul, supaya kamu diberi rahmat. Janganlah kamu kira bahwa orang-orang yang kafir itu dapat melemahkan Allah dari mengazab mereka di bumi ini, sedang tempat tinggal mereka (di akhirat) adalah neraka. Dan, sungguh amat jeleklah tempat kembali itu." (an-Nuur: 56-57)

    Itulah bekal yang harus disertakan. Yaitu, selalu menjalin hubungan dengan Allah, meluruskan hati dengan mendirikan shalat, menguasai sifat bakhil dan kikir, mensucikan jiwa dan jamaah dengan menunaikan zakat, menaati Rasulullah dan ridha dengan keputusan hukumnya, pelaksanaan syariat Allah dalam setiap perbuatan kecil dan besar, dan merealisasikan manhaj yang dikehendaki-Nya untuk kehidupan ini.

    Semuanya “ supaya kamu diberi rahmat". Kalian mendapat rahmat di dunia sehingga tidak tertimpa kerusakan, penyimpangan, ketakutan, kekhawatiran, dan kesesatan. Demikian juga di akhirat terbebas dari kemurkaan, azab, dan penyiksaan. Bila kalian istiqamah atas manhaj, maka kekuatan orang-orang kafir tidak akan menjadi masalah bagi kalian. Orang-orang kafir itu tidak akan bisa memperlemah kekuatan kalian. Walaupun kekuatan mereka luar biasa, namun mereka tidak akan bisa menghalangi jalan kalian.

    Kalian menjadi kuat dengan keimanan kalian, kuat dengan sistem kalian, dan kuat dengan bekal yang mampu kalian kumpulkan. Bisa jadi perbekalan kalian tidaklah sebanding dari suatu sisi materi dengan perbekalan orang-orang kafir. Namun, hati-hati yang beriman dan penuh dengan perjuangan selalu dapat menciptakan kejadian-kejadian yang luar biasa dan keajaiban-keajaiban.

    Sesungguhnya Islam itu merupakan hakikat yang sangat besar. Ia harus disadari secara penuh oleh orang yang ingin meraih hakikat janji Allah dalam ayat-ayat itu. Ia harus dibahas tuntas dalam perjalanan sejarah manusia tentang kebenaran dan bukti janji itu. Setiap orang yang ingin meraih hakikat janji Allah dalam ayat-ayat itu harus mengetahui syarat-syaratnya secara benar dan sejati, sebelum dia meragukan dan merasa bimbang akan janji itu. Atau, sebelum ia merasa janji itu terlalu terlambat datang faktanya dalam kondisi apa pun.

    Sesungguhnya jika setiap umat ini berjalan dalam manhaj Allah, berhukum kepada manhaj itu dalam kehidupan, meridhainya dalam setiap urusannya … maka janji Allah tentang kekuasaan, kekokohan, dan keamanan itu pasti menjadi kenyataan. Namun, jika setiap kali umat ini menyimpang dari manhaj itu, maka pasti umat ini berada dalam posisi paling terbelakang dari seluruh kafilah umat manusia, rendah dan hina.

    Agamanya terlempar dari kejayaan atas seluruh manusia. Umat pun diliputi oleh ketakutan dan disambar oleh musuh.

    Ingatlah, sesungguhnya janji Allah pasti terlaksana. Ingatlah bahwa syarat dari Allah sudah jelas. Barangsiapa yang menginginkan janji itu, maka hendaklah dia mencukupi syaratnya. Siapakah yang lebih menepati janji selain Allah?

    Takwa & Tawakal kepada Allah

    Takwa dan Tawakal kepada Allah

    "Hai Nabi, bertakwalah kepada Allah dan janganlah kamu menuruti (keinginan) orang-orang kafir dan orang-orang munafik. Sesungguhnya Allah adalah Maha Mengetahui Lagi Mahabijaksana. Dan, ikutilah apa yang diwahyukan Tuhanmu kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan. Bertawakkallah kepada Allah dan cukuplah Allah sebagai pemelihara." (al-Ahzab: 1-3)

    Inilah permulaan surah yang membahas tentang beberapa aspek dari kehidupan bermasyarakat dan bahasan tentang akhlak dalam masyarakat Islami yang sedang lahir dan tumbuh. Permulaan ini mengungkapkan tentang tabiat sistem Islami dan kaidah-kaidah di mana ia berdiri dan terbangun dalam alam nyata dan alam nurani.

    Sesungguhnya Islam itu bukan hanya himpunan dari beberapa nasihat dan wejangan, adab-adab dan akhlak, syariat dan hukum, serta norma-norma dan adat istiadat. Islam mencakup itu semua, namun semua itu bukanlah maksud hakiki dari Islam. Karena, sesungguhnya Islam itu adalah penyerahan diri. Yaitu, menyerah kepada kehendak dan qadar Allah, kesiapan untuk menaati segala perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya, mengikuti manhaj yang telah ditetapkan-Nya tanpa menoleh sedikitpun kepada pengarahan lain atau aliran lain, dan tanpa bergantung kepada sesuatu pun melainkan kepada-Nya semata-mata.

    Islam itu merupakan perasaan dan kesadaran bahwa sesungguhnya manusia itu dalam dunia ini tunduk kepada hukum Ilahi yang sama dan satu. Hukum Ilahi yang mengatur mereka semua dan mengatur bumi ini sebagaimana ia mengatur planet-planet, bintang-bintang, dan seluruh alam semesta ini. Ia mengatur seluruh alam yang ada baik yang kelihatan maupun yang tersembunyi, apa yang hadir maupun yang tidak hadir, dan apa yang diketahui oleh akal maupun yang tidak diketahuinya.

    Islam adalah keyakinan bahwa manusia itu tidak berkuasa apa-apa selain mengikuti apa yang diperintahkan oleh Allah dan menahan diri dari apa yang dilarang oleh-Nya. Mereka harus mengupayakan sebab-sebab yang memungkinkan bagi mereka dan mengharap hasil-hasil yang ditentukan dalam qadar Allah. Itulah kaidah dasar dari Islam. Kemudian barulah berdiri di atasnya syariat-syariat, hukum-hukum, adat istiadat, norma-norma, adab-adab, dan akhlak. Dengan asumsi bahwa ia adalah terjemahan praktis dari tuntutan-tuntutan aqidah yang tersimpan dalam nurani, bekas-bekas dan bukti-bukti yang nyata dari penyerahan jiwa kepada Allah, dan berjalan di atas manhaj-Nya dalam kehidupan. Sesungguhnya Islam itu adalah aqidah yang darinya syariat itu muncul, dan di atas syariat ini berdiri suatu sistem. Tiga unsur ini bila terhimpun, saling terkait dan saling mempengaruhi serta saling melengkapi. Itulah yang dinamakan Islam.

    Oleh karena itu, pengarahan pertama adalah pengarahan agar bertakwa kepada Allah. Arahan itu tertuju kepada Rasulullah yang merupakan pengemban dan pembawa dari syariat dan sistem-sistem itu, "Hai Nabi, bertakwalah kepada Allah…."

    Jadi, takwa Allah dan perasaan terhadap pengawasan dari-Nya serta menyadari kemuliaan dan ketinggian-Nya merupakan kaidah arahan pertama. Ia merupakan penjaga yang terbangun dalam nurani untuk pelaksanaan dan pemberlakuan syariat. Di atas itulah semua beban taklif dan setiap pengarahan dalam Islam ditegakkan.

    Kemudian arahan yang kedua adalah larangan bersikap patuh dan taat kepada orang-orang kafir dan orang-orang munafik, mengikuti pedoman-pedoman atau usulan-usulan mereka. Termasuk pula larangan mendengarkan pendapat-pendapat dan dorongan mereka,

    "… Dan janganlah kamu menuruti (keinginan) orang-orang kafir dan orang-orang munafik… ."

    Janganlah seseorang tertipu dengan prestasi yang dicapai oleh orang-orang kafir dan orang-orang munafik yang tampak dalam ilmu pengetahuan, penelitian, dan pengalaman. Sebagaimana sebagian kaum muslimin terjebak pada periode-periode kelemahan dan penyimpangan. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui dan Mahabijaksana, dan Dialah yang memilih bagi orang-orang yang beriman manhaj yang sesuai dengan ilmu dan hikmah-Nya,

    "…Sesungguhnya Allah adalah Maha Mengetahui lagi Mahabijaksana." (al-Ahzab: 1)

    Dan, apa yang ada pada manusia hanyalah kulit ilmu dan hanyalah sedikit.

    Arahan yang ketiga adalah pengarahan langsung, "Dan, ikutilah apa yang diwahyukan Tuhanmu kepadamu…."

    Inilah pusat arahan di mana segala pengarahan berasal darinya. Inilah sumber hakiki yang harus diikuti. Teks ayat ini mengandung sentuhan-sentuhan yang tersembunyi dalam susunan kalimat, "Dan, ikutilah apa yang diwahyukan Tuhanmu kepadamu…."

    Setelah itu ada komentar,

    "…Sesungguhnya Allah adalah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan." (al-Ahzab: 2)

    Dialah yang mewahyukan dengan penuh kearifan tentang kalian dan apa yang kalian kerjakan. Dialah yang mengetahui hakikat apa yang kalian kerjakan dan dorongan-dorongan yang keluar dari hati nurani dalam menjalani dan melaksanakan suatu perbuatan.

    Pengarahan terakhir adalah,

    "Bertawakkallah kepada Allah dan cukuplah Allah sebagai pemelihara." (al-Ahzab: 3)

    Jangan sampai kamu terlalu pusing dan memikirkan apakah manusia itu bersama atau mereka melawanmu. Jangan tipu daya dan makar mereka terlalu memusingkan dirimu. Serahkan segala urusanmu kepada Allah. Sesungguhnya Dia pasti mengaturnya dengan ilmu-Nya, hikmah-Nya, dan kebijakan-Nya.

    Jadi, mengembalikan segala urusan kepada Allah dan bertawakal kepada-Nya pada akhirnya adalah kaidah kokoh dan menenangkan di mana hati selalu merasa tenang dengannya dan berlindung kepadanya. Pada saat demikian hati menyadari betapa terbatasnya kemampuan manusia walaupun semaksimal mungkin. Maka, setelah berusaha itu, adalah langkah yang bijak sekali bila menyerahkan segala urusan kepada Pemilik dari segala urusan dan Pengaturnya, dengan penuh keyakinan dan ketenangan.

    Tiga unsur ini yaitu bertakwa kepada Allah, mengikuti wahyu-Nya, dan bertawakal kepada-Nya (disertai dengan menjauhkan diri dan membedakan diri dari orang-orang kafir dan munafik) adalah faktor-faktor yang membekali para dai dan dakwah dapat dibangun di atas manhajnya yang jelas dan murni. Yaitu, dari Allah, kepada Allah, dan di atas manhaj Allah, " Dan, cukuplah Allah sebagai pemelihara."

    Kalimah syahadah - rukun Islam pertama sebagai asas hidup

    “Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama Islam, sesungguhnya telah jelas jalan yang benar daripada jalan yang sesat. Sesiapa yang mengingkari thaghut (syaitan dan apa saja yang disembah selain daripada Allah) dan beriman kepada Allah, maka sesungguhnya dia telah berpegang kepada simpulan tali (Iman) yang amat kuat dan tidak akan putus. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui”. (Al-Baqarah: 256)

    Perkataan pertama yang diucap sebagai penganut Islam, juga perkataan terakhir sebelum nyawa dipisahkan dari jasad. Menjadi perkara pertama dalam rukun islam, permulaan kita sebagai muslimin/muslimah.

    Syahadah bererti 'kesaksian' atau 'pengakuan'. Dalam syahadah terbahagi kepada dua bahagian:

    a) Syahadah Allah - 'bersaksi bahawa tiada tuhan yang disembah melainkan Allah'
    yakni menafikan semua ketuhanan lain melainkan Allah swt dan mengisbatkan ketuhanan bagi Allah yang Esa dan tidak ada sekutu baginya. Syahadah ini juga mengkufurkan taghut, yakni semua benda yang disembah melainkan Allah (sama ada objek, ataupun makhluk lain spt manusia, jin, syaitan dll)

    “Dan Tuhan kamu ialah Tuhan Yang Maha Esa tidak ada tuhan yang berhak disembah melainkan Dia yang sangat semberi rahmat dan belas kasihan”. (Al-Baqarah: 163).

    "Katakanlah (wahai Muhammad): (Tuhanku) ialah Allah Yang Maha Esa." (Al-Ikhlas: 1)

    "Dan tidak ada sesiapapun yang serupa denganNya." (Al-Ikhlas: 4)

    b) syahadah Muhammad s.a.w - bersaksi bahawa nabi Muhammad itu pesuruh Allah

    -mengakui Muhammad saw adalah manusia biasa yang dilantik sebagai utusan Allah dan membenarkan Rasulullah terhadap semua perkara yang disampaikan.

    “Dan Kami tidak mengutuskan kamu (Muhammad), melainkan kepada manusia seluruhnya sebagai pembawa berita gembira dan sebagai pemberi peringatan”. (Saba’: 28)

    “Katakanlah: Wahai manusia, sesungguhnya aku adalah utusan Allah kepada kamu semua”. (Al-A’raf: 158).

    Dalam pengisytiharan kita sebagai seorang Islam, hendaklah menyebut dua kalimah syahadah:


    لا إله إلا الله محمد رسول الله
    “Laailaaha illallahu Muhammadur rasulullah.

    erti: aku bersaksi bahawa tiada tuhan yagn disembah melainkan Allah, dan aku bersaksi bahawa nabi Muhammad itu pesuruh Allah.

    Hendaklah tertib dan jelas lafaz syahadah seperti yang dinyatakan, yakni melafazkan kedua-dua syahadah tanpa diselangi perkataan/percakapan lain. Melafaz syahadah bukan hanya pada lidah (mampu menyebut dan membacakan), hendaklah kita memahami maksud dan meyakini kalimah tersebut. Pengakuan kita hendaklah tegas dan tidak ada sedikit pun syak (70% percaya - 30% mendustakan), zan (50% percaya -50% mendustakan), atau waham (30% percaya - 70% mendustakan). Dengan pengakuan ini juga kita wajib menurut segala perintah Allah swt dan menjadikan Rasulullah saw sebagai teladan menjalani kehidupan di dunia.

    Akidah sebagai seorang muslim (setelah mengucap kalimah) hendaklah dijaga setiap masa kerana banyak perkara yang boleh membatalkan syahadah. Antara yang utama:

    1. Menyekutukan Allah.
    2. Bertawakal kepada makhluk (gantung nasib pada makhluk)
    3. Mengkafirkan orang Islam yang telah nyata Islamnya. Dan tidak mengkufurkan orang kafir yang telah nyata kufurnya.
    4. Yakin dan percaya ideologi yang dibawa oleh manusia lebih baik daripada sistem Islam.
    5. Mencaci Nabi dan Sunnahnya.
    6. Hukum Allah menjadi sendaan dan gurauan.
    7. Menenung nasib dan bermain sihir.
    8. Membantu orang kafir untuk merosakkan Islam
    9. Beranggapan bahawa keluar daripada Islam tidak apa-apa
    10. Menolak sebahagian daripada Al-Quran dan menerima sebahagian Al-Quran.

    Kita juga harus berwaspada supaya tidak melakukan dosa-dosa kecil. Tanpa disedari (dikhuatiri) akan membatalkan syahadah.

    “Wahai orang-orang beriman bertakwalah kamu kepada Allah dengan sebenar-benar takwa dan janganlah kamu mati melainkan sebagai seorang muslim”. (Ali-Imran: 102)

    Sabda Nabi Rasulullah saw yang diriwayatkan oleh Muslim:
    “Sesiapa yang mengucap: Bahawa tiada tuhan yang berhak disembah melainkan Allah dan Nabi Muhammad adalah hamba dan Rasul-Nya - nescaya Allah haramkan api neraka daripada menyentuhnya”.

    Tanggungjawab Suami (2 Topics)

    1. TANGGUNGJAWAB SUAMI

    Assalammualaikum.....

    Sebelum saya memberi peringatan kepada semua para-para suami, saya ingin mengambil kesempatan ini mengucapkan ribuan terima kasih atas maklum balas dari bab poligami dan kerana isteri suami sakit jiwa. Saya sudah menduga dari awal lagi apakah tindakan para-para
    isteri atau wanita tentang bab tersebut, sebab itu saya hanya tersenyum membaca maklum balas anda semua. Saya doakan semoga anda semua beroleh kefahaman dan taufik serta hidayah dari Allah swt.

    Untuk pengetahuan semua grup Relexjap ini, sudah sampai masanya saya mengajak anda semua baik lelaki mahupun wanita kembali menghayati ajaran Islam secara menyeluruh.Islam bukan untuk para-para Nabi, para sahabat-sahabat Rasulullah saw atau untuk zaman dahulu kala. Islam sesuai diamalkan untuk setiap zaman, cuma kita sekarang ini sudah jauh meninggalkan ajaran Islam yang sebenarnya walaupun kita mengaku kita orang Islam, tapi Islam kita bagaimana penghayatannya.

    Saya tidak akan menjawab beberapa maklum balas anda buat ketika ini (bukan saya hendak sombong), cuma saya meminta anda semua memahami secara lebih mendalam apa maksud dan tujuan saya memberi pandangan atau pendapat tersebut samada pendapat itu telah atau yang akan diutarakan di masa hadapan. Saya juga sibuk dengan tugas saya sebagai seorang doktor dan masa saya bertugas dari 9.00 pagi hingga 9.00 malam. Semoga Allah izinkan saya menyumbangkan tenaga untuk mengajak umat Islam kembali menghayati Islam sepertimana zaman Rasulullah saw. Kepada semua umat Islam yang membaca pandangan atau pendapat saya yang telah atau akan diutarakan di masa hadapan, yang mana ada kebaikan atau kebenarannya anggaplah ianya datang dari Allah swt. dan sama- samalah kita menerima walaupun pahit dan janganlah kita menjadi orang yang membangkang atau orang yang cepat melenting. Mana yang tidak benar itu anggaplah dari kelemahan diri saya sendiri dan tegurlah atau nasihatlah saya kembali dengan membawa hadis nabi.

    Oklah bagaimana tanggungjawab suami. Rumahtangga yang aman damai itu terbina di antara gabungan kegagahan seorang lelaki dan kelembutan seorang wanita. Lelaki berusaha mencari nafkah sementara wanita menguruskan rumahtangga. Tentu tidak akan wujud sebuah rumahtangga yang bahagia jika suami sahaja yang gagah atau kelumbutan isteri semata-mata. Syariat Islam telah memuliakan wanita dengan memberi satu jaminan bagi kehidupan mereka.Disebabkan fitrah dan peraturan hidup itulah maka suami berperanan memimpin isteri ke arah mencari keredhaan Allah swt. pada keseluruhannya, suamilah yang bertanggungjawab di atas segala masalah anak isterinya tetapi tidaklah sampai membiarkan mereka lalai daripada tanggungjawab dalam ibadah yang khusus (fardhu ain). Firman Allah
    swt bermaksud:

    "Peliharalah dirimu dan keluargamu dari seksa neraka."

    Setelah kita mengetahui sifat-sifat seorang suami, perlu juga diketahui tugas dan tanggungjawabnya iaitu:


    1. Menjadi pemimpin keluarga
    2. Mengajarkan ahli keluarga ilmu-ilmu fardhu ain
    (wajib) iaitu tauhid, feqah dan tasauf.

    Ilmu tauhid: Diajarkan supaya beriktiqad ahli Sunnah Wal Jamaah. Mengajar sifat-sifat yang wajib, mustahil, harus bagi Allah dan Rasulullah saw. Rukun Iman, Islam dan lain-lainnya.

    Ilmu feqah: Mengajarkan mereka supaya ibadah yang tunaikan itu menepati syariat Islam, seperti soal-soal kerukunan dalam sembahyang dan puasa. Mengenai perkara yang halal, haram, harus, makruh dan sunat. Menerangkan kepada isteri mengenai haid, nifas dan wiladah malah perkara-perkara yang berkaitan dengannya serta hukum hakam menyucikan najis (mughallazah, mukhaffafah dan mutawassitah). Contoh bagi mandi hadas besar (haid kering): Apabila darah haid itu kering menjelang waktu maghrib, hendaklah ia segera mengangkat hadas besar dan menggantikan dua waktu sembahyang fardhu yang tertinggal iaitu zuhur dan asar. Jika suci pada waktu Isyak maka hendaklah diqadhakan sembahyang asar dan maghrib. Begitulah seterusnya jika di waktu yang lain.

    Ilmu Tasauf: Mendidik ahli keluarga supaya sentiasa berakhlak dalam beramal dan dapat menjaga segala amalannya dari dirosakkan oleh riak, sombong, bangga dan menunjuk-nunjuk serta mengadu domba. Sabda Rasulullah saw bermaksud: "Tidak mendapati akan Allah oleh seorang dengan dosa yang terlebih besar daripada dosa yang jahil akan segala isi rumahnya." Ini bermakna suami yang tidak mengajar isteri-isterinya mengenai perkara-perkara yang fardhu ain dan membiarkan mereka di dalam kejahilan.

    3. Memberi makan, minum, pakaian dan tempat tinggal dari sumber dan usaha yang halal.Ingatlah para suami, kewajipan kita terhadap mereka ialah melayani dengan baik dalam hal di atas. Sabda Rasulullah saw bermaksud: "Kewajipan seorang suami terhadap isterinya ialah suami harus memberi makanan kepadanya jika ia berpakaian dan tidak boleh memukul mukanya dan tidak boleh memperolok-olokkan dia dan juga tidak boleh meninggalkannya kecuali dalam tempat tidur (ketika isterinya membangkang)."

    Berkata setengah ulama:
    "Sesungguhnya sekali membeli pakaian anak isteri yang menyukakan hati mereka maka suami akan mendapat pahala selama 70tahun."

    4. Tidak menzalimi anak isteri iaitu dengan
    - memberi didikan agama secukupnya.
    - Memberi nafkah zahir dan batin secukupnya
    - Menegur, menasihati dan menunjuk ajar jika mereka melakukan maksiat dan kesalahan.

    5. Hendaklah memberi nasihat jika isteri gemar mengumpat, berleter serta melakukan sesuatu yang bersalahan dengan perintah agama.Selalulah ceritakan gambaran-gambaran wanita yang diseksa di atas perbuatan yang sedemikian.


    Kaum wanita tidak digalakkan menziarahi ke rumah orang lain. Ini bukanlah bererti tidak boleh berziarah langsung.Berziarah itu boleh tetapi biarlah kena pada tempatnya.Sedangkan lidah tergigit, inikan pula kita manusia biasa.Tambahan pula bila sudah hidup bersuami isteri, kena sabar dengan kerenah suami, kerenah isteri dan anak-anak.

    Di antara perkara yang boleh membawa kepada kebinasaan berkahwin apabila suami tidak memberikan nafkah yang halal kepada ahli keluarganya. memandang ringan akan hak-hak keahlian mereka apatah lagi jika membiarkan mereka susah dan menderita. Rasulullah saw telah mengingatkan dengan sabda yang bermaksud:

    "Memadailah seorang itu derhaka dan dosa bahawa menghilangkan ia akan hak orang yang wajib dinafkahinya."

    Dosa yang paling berat sekali apabila suami tidak menunaikanmas kahwin kepada isterinya sepertimana yang dijanjikan. halini telah diperjelaskan oleh baginda dengan maksudnya: "Siapa sahaja seorang lelaki yang mengahwini perempuan dengan mas kahwin sedikit atau banyak, sedangkan dalam hatinya ia tidak berniat untuk memberikan hak kepada perempuan tersebut (mas kahwin) kepadanya. maka ia meninggal dunia sedang ia belum memberi hak perempuan tadi kepadanya maka ia akan menjumpai Allah di hari kiamat nanti dalam keadaan berzina."

    Berkata pula Imam Ghazali: Kebinasaan berkahwin ini umumnya tiada sejahtera daripadanya melainkan orang yang alim akan ilmunya yang dapat memberi manfaat di hari akhirat. Mempunyai akal yang sempurna dan baik akhlaknya malah mengetahui dengan mata hatinya akan adat dan sikap seorang wanita itu. Sabar ia di atas segala kejahatan lidah isterinya dan tidak mengikut segala kehendak hawa nafsunya melainkan bermuafakat dengan perkara yang bertepatan dengan syariat. Secara ringkas di sini dapatlah diertikan, seorang suami yang alim (mengetahui) akan ilmu-ilmu keagamaan itu mestilah mendidik isterinya dengan penuh berhikmah. Tidak mengambil sesuatu tindakan yang melulu sebaliknya bukanlah bermaksud tunduk dan patuh di bawah telunjuk isteri. Malah bersikap lapang dada dalam menghadapi sesuatu masalah sebab Allah menguji seseorang itu mengikut kemampuannya.

    Sikap kita di alam bujang dan alam rumahtangga akan jauh bezanya baik yang lelaki mahupun perempuan. Apa yang lebih membimbangkan bila seorang lelaki itu telah memasuki gerbang rumahtangga di mana sikapnya di zaman bujang yang terkenal dengan kuat bersembahyang sunat, puasa sunat, bezikir dan bersedekah telah berubah. Berubah menjadi seorang yang leka dan selalu menyibukkan diri dengan anak isteri. Bekerja keras untuk mengumpul harta dan kemewahan semata-mata untuk keluarga. lebih buruk lagi bila sifatnya yang pemurah tiba-tiba menjadi kedekut dan sombong dengan harta yang ada.

    Inilah masalah yang perlu kita semua ambil perhatian. Bukan sahaja kepada golongan suami, isteri sendiri mestilah memainkan peranan membantu suami dalam mengatasi masalah tersebut. Bukannya mengungkit, menghasut dan memaksa suami melakukan itu ini yang di luar batas kemampuannya. Mencari rezeki untuk memudahkan keluarga memanglah digalakkan tetapi biarlah kena pada tempat, masa dan keadaannya, janganlah pula sampai tertinggal ibadah yang wajib! Sebab, telah berkata Abi Sulaiman Ad Darani r.t: “Barang yang membimbangkan akan dikau daripada mengingati Allah swt iaitu daripada ahlinya dan hartanya dan anaknya maka iaitu celaka atasmu.”

    Kesimpulan, bersikap sederhanalah dalam mengatur dan menyelenggarakan sebuah rumahtangga. Sentiasalah mengadakan perbincangan dengan isteri (tambahan kalau yang beristeri lebih dari satu) terutama dalam mujahadah mengikis nafsu mazmumah yang masih lagi berkarat di hati-hati kita. Seorang suami mestilah bersikap tegas di atas sikap anak isteri bila mengerjakan perkara mungkar yang berlawanan dengan syariat samada yang haram, makruh, harus ataupun perangai yang kurang beradab. Dayuslah seorang suami jika dia sama-sama menjadi tukang sokong sekaligus bersubahat dengan keluarganya. Allah sentiasa mengingatkan hamba-hambanya supaya bertolong-tolong dalam perkara yang mendatangkan kebajikan bukan sebaliknya kerana ianya mendatang dosa dan seteru.

    Akhir kata dari saya, Allah telah mengingatkan para suami dengan firman yang bermaksud: "Dan ketahuilah harta dan anakmu itu adalah fitnah."

    Maka marilah kita jagai mereka agar selamat dari bala bencana dunia akhirat. Itulah keistemewaan kita sebagai suami, kelebihan satu darjat kaum lelaki itu dari wanita ialah darjat suami yang bertanggungjawab dan berkewajipan dalam mengeluarkan belanja.


    2. TANGGUNGJAWAB SUAMI DALAM NAFKAH HARTA

    Assalammualaikum.....

    Isteri merupakan amanah Allah yang dipertanggungjawabkan ke atas suami untuk memeliharanya. Lazim kejadiannya memang berasal dari kejadian yang lemah atas sifat perempuannya maka sudah semestinyalah suami menjaga isterinya dengan sebaik-baik jagaan. Seorang suami mestilah tahu hak-hak yang dimiliki oleh seorang isteri dan melaksanakannya dengan sebaik mungkin. Sabda Rasulullah saw:

    "Takutlah kepada Allah tentang wanita (isterimu). Sebab dia engkau ambil (kahwin) dengan amanah daripada Allah."

    "Dan bagi mereka (isteri) mempunyai hak atas kamu (suami) menduduki satu darjat di atas mereka, dan Allah adalah Maha bijiksana. Yakni suami menduduki tempat sebagai pemimpin kehidupan berumahtangga yang bertanggungjawab."

    "Lelaki (Para suami) adalah pelindung dan pembila atas perempuan (isteri) berdasarkan apa-apa yang telah dilebihkan Allah bagi yang satu daripada yang lain. Dan berdasarkan apa-apa yang mereka nafkahkan dengan harta mereka."

    Pemberian nafkah adalah wajib semenjak mula berlakunya akad nikah, meskipun isterinya itu seorang yang kaya raya.hak isteri itu tidak berubah dan kewajipan itu
    tetap ke atas suami. Takrif nafkah, ia adalah suatu bahagian daripada hartanya yang dibelenjakan kepada orang-orang yang dipertanggungjawabkan kepadanya. Manakala yang dikatakan harta itu pula mestilah dari sumber yang halal, iabukan hak anak yatim atau bukan hak orang lain yang disimpan kepada kita serta ia bukan dari usaha curi, rasuah, riba dan sebagainya. Jadi, harta yang dijadikan nafkah untuk perbelanjaan isteri-isteri dan anak-anak, ia mestilah harta yang diperolehi dari jalan yang halal. Harta yang haram, iatidak boleh dijadikan nafkah. Sabda Rasulullah saw

    "Setiap daging yang tumbuh dari harta yang haram, nerakalah yang senang kepadanya kelak."

    Adapun nafkah, ia terbahagi kepada 3 bahagian atau nafkah kepada 3 bahagian. Iaitu yang pertama ialah kepada isteri, yang kedua kepada anak dan yang ketiga kepada usul. Nafkah kepada isteri, mestilah isteri yang sah atau isteri dalam 'Iddah raj'i atau 'Iddah yang boleh dirujuk kembali, ertinya ialah 'Iddah dari talak satu atau dari talak dua. Tetapi 'Iddah talak tiga tidak berhak diberi nafkah kerana ia adalah talak yang tidak boleh dirujuk kembali.

    Nafkah yang diberi kepada anak, mestilah bagi anak yang sah. Anak yang di luar nikah atau anak zina, tidak wajib diberi nafkah. Takrif wajib nafkah kepada anak juga ialah anak yang bukan akil baligh. Tetapi bagi anak yang sudah akil baligh, tidak wajib lagi bagi ayah untuk memberi nafkah kecuali anak itu tidak boleh mencari nafkahnya sendiri. Katalah seorang anak itu akil baligh ketika umurnya 15 tahun sedangkan masa itu dia masih belajar di sekolah. Ertinya, anak itu belum berupaya lagi mencari rezeki. Makna, ayahnya wajib memberi nafkah kepada anaknya.

    Nafkah usul, ialah nafkah keturunan. Umpamanya, anak memberi nafkah kepada ayahnya. Syaratnya mestilah ibu bapa itu tadi adalah terlalu susah hingga tidak mampu menyara hidupnya. Seorang ayah yang sudah tidak mampu mencari nafkahnya sendiri, adalah berkewajipan bagi anak-anaknya memberi ibu bapa nafkah. Ertinya, seorang anak yang memberi belanja hidup kepada orang tuanya, bukan dibuat suka-suka hati. Ia adalah satu
    tangggungjawab yang wajib.

    Seorang suami perlulah mengetahui syarat-syarat yang wajib dan berhak diberi nafkah kepada isteri, bukan ikut bagi sesuka hati sahaja. Syarat pertama ialah isteri yang taat kepada suami. Taat dalam ertikata menyerah diri bulat-bulat kepada suami samada jiwa raganya, tenaga dan akal fikirannya. Begitu juga, menyerah diri kepada suami bererti menyerah zahir dan batinnya pada suami. Isteri yang demikian saja yang wajib diberi nafkah. Isteri yang tidak taat 100% kepada suami atau sentiasa berbalah dengan suami, tidak wajib diberi nafkah.

    Syarat yang kedua ialah isteri yang tidak keluar rumah kecuali dengan izin suami. Seorang isteri itu memang dilarang oleh syariat, keluar rumah tanpa izin dari suami. Namun itu pun, hari ini begitu ramai sekali para isteri yang tidak sedar perintah ini. Mereka bebas keluar rumah sesuaka hati padahal yang dia lakukan itu adalah satu dosa. Cuma para isteri hari ini merasakan apa yang dia lakukan itu tidak apa-apa. Malah, ada setengahnya sampai berani membentak suami, kalau dia ditanya tentang pemergiannya itu. Isteri yang keluar tanpa keizinan suami, bererti dia tidak taat dan melanggar syariat.Ketaatan pada suami bererti taat di dalam agama. Apa saja yang dilarang dan diharamkan oleh Allah dan Rasul dalam rumahtangga dan di dalam perhubungan suami isteri, isteri hendaklah taat. Gugur nafkah bagi isteri-isteri yang tidak taat. Cuma gugur nafkah seorang isteri yang tidak taat itu, sabitnya adalah dengan syarat-syarat yang tertentu. Ertinya, ada beberapa syarat yang mensabitkan gugurnya nafkah isteri apabila dia berlaku tidak taat.

    Adapun suami-suami yang wajib memberi nafkah kepada isteri terdiri dari tiga golongan. Pertama, suami yang kaya, kedua ialah suami yang pertengahan dan yang ketiga ialah suami yang miskin atau papa. Ketiga-tiga golongan ini ada peringkat nafkah masing-masing terhadap isteri. Seorang suami yang kaya lain ukuran nafkahnya dan suami yang sederhana kekayaannya, lain ukuran nafkahnya, seorang suami yang miskin papa, lain pula ukuran nafkahnya. Kewajipan nafkah bagi suami yang kaya menurut yang diterangkan dalam pengertian syariat ialah, memiliki harta yang boleh dibelanjakan sehingga umur yang ghalib atau lazimnya dia boleh hidup dan kalau sekiranya dia mati, masih ada baki harta itu. Itulahyang dikatakan kaya.

    Umur yang ghalib seorang itu boleh hidup, ia adalah ukuran biasa yang umum berlaku dikalangan satu-satu masyarakat itu. Biasanya bagi orang-orang melayu, disekitar 55 membawa kepada 65 tahun. Itulah sekitar umur yang ghalib seseorang itu boleh hidup. Walau bagaimanapun, itu adalah ukuran mengikut akal kita. Tetapi di sisi syariat, tidak ada siapa yang boleh mengetahui kecuali Allah swt.

    Bagi orang kaya, ada kaedah-kaedah nafkah yang mesti diberikannya kepada isterinya. Pertamanya, suami mesti menyediakan sebuah rumah untuk anak isterinya, samaseperti rumahnya semasa dia berada bersama ibu bapanya dahulu. Ertinya, nafkah orang kaya terhadap isterinya adalah berat. kalau suami tidak menyediakannya, belumlah selesai tanggungjawab nafkahnya terhadap isterinya.

    Kemudian, makan dan minum yang mesti disediakan untuk isterinya pula, mestilah jenis makan dan minum yang pernah dia terima semasa dia hidup bersama dengan ibu bapanya dahulu. Katalah semasa dia hidup bersama ibu dan bapanya dahulu, dia makan nasi yang berasnya bernilai beras terbaik.Maka, suami mestilah menyediakan makan untuk isterinya dengan beras yang terbaik juga. Begitu juga dengan lauk pauknya yang mana kalau sekiranya semasa berada bersama ayah dan ibunya dahulu dia makan lauk yang baik-baik, maka suami mestilah memberi isterinya lauk pauk yang baik-baik juga, seperti daging, ayam dan sebagainya.

    Seterusnya dalam lain-lain peralatan rumah serta dapur, semuanya mesti disediakan mengikut keadaan yang baik-baik seperti dapur gas, alat-alat perabut dan lain-lainnya, mesti juga dari barang yang baik-baik. Sekiranya, dahulunya dia biasa dibantu oleh orang-orang gaji, maka hendaklah suami mengadakan orang gaji untuk isterinya. Dan begitulah seterusnya dalam hal-hal yang lain di dalam rumahtangga suami itu, setiap apa yang pernah ada padanya dahulu, mestilah disediakan untuk isterinya.

    Tentulah berat tanggungjawab bagi seorang suami yang kaya apabila diukur dan ditinjau di sudut fekah. Apabila kita tinjau di sudut tasauf iaitu di sudut hendak mendapatkan kewarakan dalam beramal ibadah, perkara-perkara yang demikian bergantung kepada keredhaan isteri. Seandainya isteri redha, tidak mahu segala kesenangan dan kenikmatan duania kerana takut akan hisabnya terlalu berat di akhirat nanti, isteri boleh menolak semua itu dan memilih kehidupan zuhud.
    Tetapi harus pula seorang suami itu ingat, suami tidak boleh memaksa isterinya zuhud. Tanggungjawabnya ialah untuk menyediakan tempat tinggal, makan minum dan pakaian untuk isterinya. Ini adalah tuntutan wajib ke atasnya.

    Daripada pengertian tentang memberi nafkah kepada isteri bagi suami-suami yang termasuk dalam golongan kaya, dapatlah dijadikan ukuran tentang bagaimana pula tanggungjawab suami-suami yang termasuk dalam golongan pertengahan dan golongan miskin. perlulah diingat
    bahawa dalam persoalan memberi nafkah kepada isteri ini, Rasulullah saw pernah bersabda:

    "Takutlah kamu kepada Allah dalam urusan perempuan, sesungguhnya kamu mengambil mereka dengan amanah Allah dan telah dihalalkan bagi kamu kemaluan mereka dengan kalimat Allah dan diwajibkan atas kamu memberi nafkah dan pakaian kepada mereka dengan cara yang sebaik-baiknya."

    Kemudian Allah swt juga ada berfirman yang maksudnya:

    "Hak (nafkah) isteri yang dapat diterimanya dari suaminya seimbang dengan kewajipan terhadap suaminya itu dengan baik."

    Dan di dalam ayat yang lain, Allah berfirman yang maksudnya:

    "Tempatkanlah mereka (para isteri) dimana kamu bertempat tinggal menurut kemampuan dan janganlah kamu menyusahkan mereka untuk menyempitkan (hati) mereka."

    Daripada pertanyaan-pertanyaan di atas jelaslah kepada kita ukuran pemberian nafkah bagi seorang suami itu terhadap isterinya. kalau suami-suami yang termasuk dalam katagori yang kaya tadi, telah digariskan kaedah-kaedah nafkah yang wajib diberikannya kepada isterinya, maka bagi suami-suami yang pertengahan dan miskin, bolehlah kita gariskan tentang banyak mana nafkah yang wajib suami berikan kepada isterinya. Iaitu berdasarkan daripada hadis Rasulullah saw dan dari pertanyaan Allah di atas, suami-suami wajib memberi nafkah kepada isteri-isterinya mengikut kemampuannya serta menurut keadaan dan tempat.

    Begitulah tuntutan nafkah zahir kepada para isteri yang wajib bagi suami-suami melaksanakannya. Seandainya para isteri bagi suami yang miskin atau pertengahan kaya meminta lebih dari yang mampu disediakan oleh suami, sabda Nabi saw.:

    "Sesungguhnya Allah tidak melihat kepada seorang isteri yang tidak bersyukur kepada suaminya."

    Menganai nafkah dua orang suami isteri yang sama-sama bekerja samada sama-sama menjadi guru, sama-sama bekerja di pejabat atau sama-sama menoreh getah dan sebagainya. Sebenarnya persoalan ini adalah amat berat kerana ia melibatkan harta pusaka yang tidak dapat ditentukan siapa punyanya. Seandainya, dalam soal kedua-dua mencari nafkah ini ditakdirkan suami meninggal atau ditakdirkan isteri meninggal, bagaimana pula kedudukan harta yang ditinggalkan.

    Dalam hal ini, jika meninggallah salah seorang di antara keduanya, harta yang tinggal tidak boleh dipusakakan kerana harta yang tinggal itu tidak tentu siapa yang punya. Harta itu sudah bercampur aduk antara nafkah isteri dengan nafkah suami. Syariat hanya menganggap hasil pencarian suami sahaja yang dijadikan harta pusaka untuk anak isteri tetapi isteri tidak boleh mencari nafkah untuk menjadikannya harta.Setiap wanita hanya boleh memiliki harta melalui peninggalan ayah ibu atau pun adik beradik atau pengninggalan suami.

    Sekiranya seorang itu bekarja serta berusaha dan berikhtiar untuk menambahkan pendapatan keluarga, satu pejanjian antara isteri dan suami mesti ada untuk mengikrarkan hartasama sepencaria itu. Di antara ikrar-ikrar yang boleh dibuat ialah seperti misalnya, suami mengatakan kepada isteri bahawa seluruh harta yang mereka cari bersama itu adalah hak suami, walaupun bahagian isteri yang mencari ada di dalamnya. Tetapi suami boleh mengikrarkan semuanya harta dia. Sekiranya suami meninggal, seluruh yang ada pada harta itu, adalah menjadi harta pusaka yang boleh dibahagi-bahagiakan. Begitu juga, suami boleh mengikrarkan kepada isteri tentang harta yang sama-sama dicari itu dengan mengatakan bahawa semuanya adalah hak isterinya.Sekiranya suami meninggal, seluruh harta yang tingga itu adalah hak isterinya.

    Boleh juga, di antara suami isteri yang sama-sama mencari nafkah mengasingkan harta masing-masing. Misalnya, kalau isteri membeli pinggan mangkuk hasil pencariannya, isteri boleh menyatakan kepada suaminya bahawa pinggan mangkuk itu adalah hartanya. Dalam soal ini mesti ada perjanjian bertulis, kerana ia tidak akan menjadi perbalahan apabila meninggal salah seorang antara kedua nanti. Dan yang selebih baiknya ialah dengan memanggil ahli-ahli keluarga waris untuk menjadi saksi. Ini adalah amat mustahak sekali kerana ia melibatkan soal paraid atau pembahagian harta.

    Soal suami isteri yang sama-sama bekerja mencari nafkah sudah menjadi perkara biasa hari ini. Kalau sama-sama tidak jelas tentang harta dan faraid harta, takut-takut nanti seluruh isi keluarga memakan harta yang haram. Sedangkan isteri yang pergi bekerja itu pun, isteri mesti hati-hati sungguh kerana takut-takut isteri membawa balik harta yang haram.Hal ini mudah sangat berlaku. Andainya isteri pergi bekerja itu tanpa lafaz izin dari suami atau tidak menutup aurat, bermakna isteri keluar rumah secara haram. Jadi, suami kenalah melafaskan izin setiap hari kepada isteri serta mensyaratkan kepada isteri setiap kali pergi bekerja dengan menutup aurat. kemudian harta yang jadi sama-sama sepencarian itu pula hendaklah dinyatakan, apakah boleh ia dimakan bersama. Kalau tidak, takut-takut nanti suami memakan harta haram.

    Tanggungjawab Suami 2 (2 Topics)

    1. NAFKAH BATIN: BUKAN HANYA KEPERLUAN SEKS

    Tidak semua wanita yang tidak mahu berkahwin itu terlalu memilih suami yang berpangkat dan bergaji besar. Ada juga dikalangan mereka yang bercita-cita ingin mencari lalaki yang berilmu dan beramal diatas segala apa yang telah diperintahkan oleh Allah swt. Oleh itu mereka terpaksa bertangguh untuk mendirikan rumahtangga dan untuk mencari seorang lelaki yang beramal saleh di akhir zaman ini ibarat payahnya mencari sebutir mutiara asli. Sebabnya, ramai suami dewasa ini mencuaikan tanggungjawabnya di dalam mendidik ahli keluarganya malah tugas itu diserahkan sepenuhnya kepada isteri dan guru sahaja.

    Kita percaya hampir ke semua suami berjaya menunaikan tanggungjawabnya di dalam memberi nafkah zahir (seperti makan, minum, pakaian dan tempat tinggal) kepada ahli keluarganya. Tetapi bagaimana pula dengan tuntutan nafkah batin? Rata-rata masyarakat sekarang memahami bahawa tuntutan nafkah batin itu sekadar untuk melepaskan keperluan seks melalui jalan yang sah dan tidak lebih dari itu. Bila sesempit itu pandangan mereka, maka timbullah berbagai masalah di dalam rumahtangga. Contohnya, ahli keluarga tidak pandai bersembahyang, tidak pandai mengaji Al Quran, cuai berpuasa dan tidak tahu hukum halal dan haram. Isteri dan anak-anak hidup terbiar tanpa asuhan dan dididkan Islam yang sewajarnya. Nabi saw telah mengingatkan para suami dengan sabdanya yang bermaksud:

    "Takutlah kepada Allah dalam memimpin isteri-isterimu, kerana sesungguhnya mereka adalah amanah yang berada di sampingmu; barangsiapa tidak memerintahkan sembahyang kepada isterinya dan tidak mengajarkan agama kepadanya, maka ia telah berkhianat kepada Allah dan Rasul-Nya."

    Menunaikan nafkah batin bererti mengajar isteri dan anak-anak dengan ilmu serta didikan agama yang sempurna sehingga terbentuknya sebuah keluarga yang dianggotai oleh mereka yang soleh dan solehah. Barangsiapa yang cuai atau lari daripada tanggungjawab ini bererti dia telah menempah jalan ke neraka. Nabi saw pernah bercerita menerusi sabdanya yang bermaksud:

    "Tidak ada seseorang yang menjumpai Allah swt dengan membawa dosa yang lebih besar daripada seorang suami yang membodohkan ahli keluarganya."

    Apakah ilmu-ilmu dan didikan yang mesti diajarkan oleh seorang suami kepada ahli keluarga? Setiap suami bertanggungjawab mengajar anak isterinya ilmu-ilmu fardhu ain iaitu tauhid, fekah dan tasauf. tujuan mempelajari ilmu tauhid supaya aqidah mereka bertepatan dengan fahaman ahli sunnah wal jamaah. Contohnya, mempelajari sifat yang wajib, mustahil dan harus bagi Allah dan Rasul. Mempercayai rukun-rukun Iman dan rukun-rukun Islam. Kita diwajibkan mempelajari ilmu fekah sebagaimana penekanan Allah menerusi firmannya bermaksud:

    "Ketahuilah! Bahawa dianjurkan bagi seorang suami memerintahkan isterinya (dan mengingatkannya dengan nada yang lembut) dan menafkahinya menurut kadar kemampuannya dan berlaku tabah (jika disakiti oleh isterinya) dan bersikap halus kepadanya dan mengarahkannya ke jalan yang baik dan mengajarnya akan hukum-hukum agama yang perlu diketahui olehnya iaitu hukum bersuci, haid dan ibadah-ibadah (yang wajib dan sunat)."

    Justeru itu, suami mesti mengajarkan isterinya cara-cara mandi hadas dan berwuduk serta masalah haid, nifas dan wiladah. Juga mengenai cara-cara menyucikan najis serta pembahagian air yang wajib untuk dibuat bersuci, hukum halal dan haram serta banyak lagi.

    Tujuan mempelajari ilmu tasauf pula supaya setiap amalan yang dilaksanakan itu benar-benar ikhlas dan dijauhkan daripada bersifat riyak, ujub (hairan kepada diri sendiri) sombong dan lain-lain lagi. Selain daripada perkara-perkara asas tersebut suami juga bertanggungjawab mendidik isteri, berakhlak mulia terhadapnya dan terhadap anak-anak, ibubapa, sesama isterinya sekiranya ada, rakan-rakan, jiran tetangga serta masyarakat. Suami perlu memberitahu isteri tentang adab seorang isteri bersopan santun dalam segala percakapan dan tindakannya. Juga tentang akhlak semasa bersama anak-anak iaitu berbual dengan mereka dengan bahasa yang baik dan jangan suka memaki-hamun mereka dengan bahasa yang kesat. Kerana sesungguhnya kata-kata ibu itu mengandungi doa; jika tercetus dari mulut ibu kata-kata seumpama "Beruk punya anak" maka lahirlah watak beruk pada si anak yang sukar untuk dilentur perangainya.

    Ajarkan juga isteri supaya menghormati dan beradap sopan ketika berhadapan dengan ibubapa dan mertuanya. Memuliakan keluarga suami lebih daripada yang lain. Sentiasa memberi nasihat kepada isteri jika ia suka mengumpat, berleter atau memfitnah jiran tetangganya. Ingatkan isteri supaya jangan suka menceritakan keburukan dan kelemahan suami kepada orang lain. Selalu ingatkan isteri supaya banyak bersabar dalam menempuh segala ujian dan perintah-perintah Allah swt. Ajarkannya batas-batas aurat dan batas-batas pergaulan seorang wanita. Pastikan auratnya terkawal ketika pergaulan dengan sanak saudara, sahabat-sahabat perempuan, dan ketika berhadapan dengan lelaki yang bukan muhramnya. Dan supaya isteri tidak keluar rumah tanpa izin daripada suami.

    Isteri yang berjaya dididik dengan baik akan menjadi insan yang patuh kepada Allah dan taat pada suaminya dikala susah mahupun senang. Dia akan menjadi insan yang sentiasa menjadi pendorong serta penasihat kepada suami dalam hal-hal kebaikan, malah sentiasa mendoakan keselamatan ke atas suaminya pada setiap waktu.

    Kesimpulannya, inilah sebahagian daripada tanggungjawab suami dalam menunaikan nafkah batin kepada isteri. Kiranya suami jahil dan tidak mampu untuk mengajar isteri dan anak-anak, dia wajib berusaha mencari guru yang mampu mengajar. Semoga dirinya dan ahli keluarganya terselamat daripada seksa di akhirat kelak.

    Ibnu Abbas pernah berkata: :
    Berilah pengertian agama kepada mereka (ahli keluarga) dan berilah pelajaran budi pekerti yang bagus kepada mereka."


    2. SUAMI YANG LALAI DALAM TANGGUNGJAWAB

    Kemampuan sesorang itu memimpin diri dan ahli keluarganya ke jalan yang benar akan dapat mengelakkan dirinya dari kebinasaan (terjun ke dalam neraka). Jadi, kalau dia dapat mengelakkan dirinya dan ahli keluarganya dari terjun ke neraka, maka itulah bukti cintanya yang sebenar. Allah swt. terlah berfirman yang maksudnya:

    "Wahai orang-orang yang beriman, hendaklah kamu pelihara dirimu dan keluargamu dari api neraka, yang mana bahan pembakarnya adalah terdiri dari manusia-manusia yang sombong dan engkar kepada Allah iaitu mereka yang kufur, munafik, musyrikin dan juga daripada batu-batu berhala"

    Allah swt menyuruh kita memelihara diri kita mentaat segala peraturan Allah yang telah diperintahkan samada perintah-perintah yang berbentuk fardhu ain, fardhu kifayah, sunat-sunat Muakad dan Khair Muakad. Inilah bentuk-bentuk perintah Allah yang mesti kita taati dan patuhi. Semua amalan perintah ini hendaklah kita lakukan dengan ikhlas dan jujur dengan niat semata-mata kerana Allah dan bukan lain dari Allah.

    Maksud 'Peliharalah diri kamu' itu bukan sahaja sekadar mentaati segala perintah Allah tetapi juga adalah menjauhi segala larangan Allah kepada diri kita seperti dosa-dosa besar, dosa-dosa kecil dan juga
    larangan yang mendatangkan makruh. Contoh-contah dosa besar seperti berzina, minum arak, makan riba, mencuri dan lain-lain. Manakala dosa-dosa kecil seperti melihat sesuatu yang diharamkan oleh Allah atau bergaul lelaki perempuan yang diharamkan oleh Allah dan sebagainya. Dalam perkara makruh juga perlulah dielakkan kalau kita hendak memelihara diri daripada seksa api neraka.

    Allah swt. maksudkan 'Ahli keluarga kamu' itu ialah, isteri-isteri kita, anak-anak, orang-orang gaji dan sesiapa saja yang di dalam jagaan kita. Tanggungjawab kita kepada ahli keluarga ialah menjaga, mendidik, mengajar dan memimpin mereka dalam melakukan perkara-perkara sepertimana yang Allah tanggungjawab pada diri kita sendiri. perlulah disuruh anak isteri melakukan perkara-perkara yang berbentuk fardhu ain,fardhu kifayah dan perkara-perkara sunat yang lain. Wajib pula menghalang mereka daripada melakukan perkara-perkara yang dilarang oleh Allah seperti berzina, mencuri, dedah aurat, mengumpat, hasad dengki, takbur, riak dan lain-lain lagi.

    Jelaslah di sini bahawa peringatan Allah dalam memelihara diri lita bukanlah terhad kepada diri kita sahaja, ia adalah meliputi seluruh keluarga kita serta mereka-mereka yang berada di dalam jagaan dan keluarga kita. Kalau kita tidak memimpin dan mendidik ahli keluarga kita, kita masih lagi belum terlepas dari seksaan api neraka. Kerana Allah telah perintahkan, "peliharalah diri kamu dan ahli keluarga kamu."

    Sesungguhnya seorang hamba Allah itu diperhatikan dihadapan mizan atau neraca atau timbangan di hari kiamat nanti sedangkan bagi seseorang itu mempunyai amalan yang banyak seperti gunung besarnya. Tetapi setelah ditanya tentang bagaimana ia mengendalikan ahli keluarganya dan bagaimana ia mengusahakan harta yang didapati iaitu dari mana ia mendapatnya dan ke mana ia belanjakan. Setelah ditanya semunya sehingga habis semua amalannya yang banyak itu dan yang tinggal hanyalah dosa-dosanya sahaja.

    Daripada hadis Rasulullah saw yang menunjukkan bagaimana amalan seseorang itu walau sebesar manapun akan hapus disebabkan ia tidak melaksanakan tanggungjawabnya terhadap isteri dan anak-anaknya dan semua mereka yang berada di dalam jagaannya, maka berkatalah malaikat, bahawa inilah orangnya yang telah menghapuskan semua amalan kebajikan oleh ahli-ahlinya dan anak-anaknya semasa di dalam dunia. Adalah diriwayatkan oleh setengah-setengah ulama bahawa sesungguhnya pertama-tama yang bergantung kepada seseorang lelaki itu ialah isteri dan anak-anaknya. Maka, memberhentikan akan dia itu oleh mereka di hadapan Allah dan berkata mereka itu kepada Allah,

    'Wahai Allah! Ambil olehmu bagi kami dengan hakmu daripada lelaki ini. Iaitu selesaikan dulu hak kami dan kewajipan lelaki ini terhadap kami, sebab ia tidak mengajar kepada kami suatu hukum pun. Lelaki ini tidak menunjuk ajar kepada kami tentang hukum-hukum syariat dan hukum-hukum agama yang telah Engkau turunkan ke dunia. Oleh itu kami sekarang hendak menuntut hak kami. Kerana dialah kami jahil. Kami tidak kenal apa-apa melainkan makan minum dan rumahtangga kami sahaja. Hati kami gelap dan akal kami pun gelap dan hati kami juga buta. Dan lelaki ini telah memberi kami makanan daripada harta-harta yang haram. Dia menerima harta riba dan rasuah dan diberinya kami makan. Dia membeli barang-barang najis dan menyuruh kami makan. Sedangkan kami mengetahui pada ketika itu samada barang itu haram atau halal. baru hari inilah kami sedar. Oleh itu Wahai Tuhan, tahanlah ia dahulu, dan kami minta segala kesalahan yang ada pada kami serahkan padanya.

    Maka pada ketika itu setelah anak dan isteri mengadu dan merayu kepada Allah, Allah menerima segala pengaduan kerana saksi-saksinya telah jelas. Dan kalaulah pada ketika itu kita masih cuba berbohong, maka setiap helai rambut kita, semuanya akan menjadi saksi. Setelah diadili setiap kesalahan yang diadukan oleh anak isteri itu, maka Allah membalas akan kesalahan itu dengan siksa yang amat pedih dan dahsyat walaupun kebajikannya banyak dan walaupun timbangan amalnya begitu berat sekali. Kesalahannya terhadap anak isteri kerana tidak menyampaikan seruan agama
    ketika di dunia hingga menyebabkan mereka jahil itu boleh menghapuskan semua amal kebajikannya. Akhirnya suami itu terjerumus sama ke dalam neraka.

    Adapun salah satu daripada kebinasaan yang boleh menimpa kepada seorang suami sepertimana yang difirmankan di dalam Al Quran yang maksudnya:
    "Wahai sekelian orang yang beriman, janganlah segala harta-harta dan anak-anak kamu cuba melalaikan kamu daripada mengingati Allah. Barang siapa yang berbuat demikian itu, merekalah orang-orang yang rugi di akhirat kelak."

    Firman Allah lagi yang maksudnya:
    "Barangsiapa yang berpaling dari mengingatKu (Allah),
    maka hidup yang sesat sempitlah jadi baginya."

    Ingatlah satu peringatan Allah kepada seorang suami agar suami-suami sedar bahawa harta-harta serta anak-anak isteri boleh melalaikan mereka daripada mengingati Allah atau khusyuk di dalam beribadah
    kepada Allah. Di antara perbuatan mengingati Allah yang terpenting sekali ialah sembahyang. Kalau di dalam sembahyang kita asyik teringat bagaimana hendak mengumpul harta untuk memberi kemewahan dan kesenangan kepada anak isteri atau bagaimana hendak memujuk hati isteri supaya dia sentiasa gembira, maka jangan mimpilah di dalam perkara-perkara lain kita boleh ingat kepada Allah seperti ketika kita bekerja mencari rezeki, ketika kita mendapat kesenangan dan sebagainya. Dan yang paling menyedihkan ialah dalam usaha dia mengumpulkan harta-harta itu, dia tidak akan menghiraukan lagi tentang larangan-larangan Allah dan tidak memikirkan bagaimana hendak mendapatkan harta yang halal. Orang-orang seperti inilah yang akan di masukkan ke dalam golongan orang-orang yang membinasakan diri di sebabkan oleh anak dan isteri.

    Dalam pada hati seseorang itu sentiasa bimbang untuk mendapat berita untuk anak dan isteri yang kononnya akan menjadi bekalan bagi mereka apabila dia telah mati nanti, maka kata ulama, orang seperti ini biasanya akan menjadi orang yang bakhil, lokek dan kikir. Apabila seseorang itu sudah bakhil, lokek dan kikir, inilah celaka yang paling besar yang boleh membinasakan dirinya. Bukan sahaja bakhil yang
    dimilikinya itu merupakan bakhil yang berkaitan kepada perkara yang menjadi wajib bagi dirinya, seperti mengeluarkan zakat dan membantu fakir miskin serta anak yatim. Kalau hartanya telah menjadi begitu banyak, rasa takut dan bimbang lahir di dalam hatinya kalau-kalau dicuri orang, maka dia akan menyimpannya di dalam bank. Hasil dari simpanan itu, hartanya akan bertambah atau beranak-ranak kerana riba yang dibayar oleh bank. Dengan demikian akan bertambah lagi satu kecelakaan bagi dirinya. Lebih-lebih lagi celaka bagi dirinya, kalau dia hanya mengeluarkan bunga dari simpanannya itu untuk makan minum dan belanja anak isterinya. Jelaslah suami itu sendiri memasukkan najis ke dalam perutnya dan perut anak isterinya.

    Lagi satu kebinasaan yang akan menimpa kepada seseorang suami itu sebagaimana yang dikatakan oleh Imam Ghazali ialah akibat daripada suami-suami yang tidak melaksanakan hak kepada anak-anak dan isteri. Mereka-mereka ini adalah terdiri dari suami-suami yang tidak berani menegur atau menunjuk ajar anak isterinya sehingga sanggup membiarkan mereka melakukan perbuatan yang melanggar syariat.

    Perkara yang melanggar syariat yang boleh dilakukan oleh anak isteri adalah banyak sekali daripada perkara yang haram hinggalah kepada perkara yang makruh dan dari kemungkaran yang kecil-kecil hinggalah kepada kemungkaran yang besar-besar. Seorang suami itu boleh menerima kecelakaan, kalau anak-anak dan isterinya melakukan kemungkaran atau melanggar syariat seperti
    mengumpat, mengeluarkan kata-kata lucah, mendedahkan aurat, mendengar lagu-lagu yang mengkhayalkan atau anak-anak perempuannya atau isterinya memandang kepada seseorang lelaki yang bukan muhrimnya. Begitu juga, syariat melarang keras suami tunduk dan menjadi hamba kepada isterinya. Kecelakaanlah bagi suami-suami yang mengikut cakap isterinya dengan ertikata cakap-cakap isteri yang melanggar hukum-hukum syarak.

    Misalnya, di dalam soal poligami. Allah swt mengizinkan suami untuk berkahwin lebih dari satu iaitu dua, tiga dan empat. Syariat tidak mensyaratkan suami untuk mendapat keizinan isteri kalau hendak
    berkahwin lagi satu samada yang kedua, ketiga atau keempat. Kalaulah ada syarat-syarat yang menghendaki suami meminta izin daripada isteri-isteri untuk berkahwin lagi satu, ini adalah satu kecelakaan kepada suami kerana suami terpaksa tunduk kepada isterinya dalam hendak melaksanakan perkara yang dibenarkan oleh syariat.

    Ertinya, kalaulah ada suami yang hendak berkahwin lagi satu, tetapi tidak dapat berbuat demikian kerana terpaksa meminta izin kepada isterinya, suami telah menjadi hamba kepada isterinya. Di sini bukan pada suami sahaja yang berlaku kecelakaan itu, malah pada isteri pun demikian juga kalau isteri-isteri yang menghalang suami berkahwin lagi satu adalah menentang hukum syarak. Seorang suami yang tidak berani menegur atau menunjuk ajar anak isterinya atau menjadi Pak turut, suami itu telah tunduk kepada hawa nafsu isterinya. Suami seperti ini, sebenarnya tidak dapat menunaikan hak terhadap isteri dan anak-anaknya, maka suami itu dianggap sebagai seorang yang dayus. Orang yang dayus tidak akan masuk syurga. maka tersuratlah di depan pintu syurga sepertimana firman Allah swt yang
    bermaksud:

    "Engkau hai syurga haramlah atas segala lelaki yang dayus."

    Inilah ancaman kepada seorang suami yang tidak dapat menunaikan hak terhadap isteri dan anak-anaknya, suatu ancaman yang datang dari Allah swt dan Rasulullah saw. Di dunia ini kita diancam tetapi bila di akhirat kelak kita tidak akan diancam lagi tetapi kita akan ditempelak. Allah akan tempelak kita sebagaimana firmannya yang bermaksud:

    "Adakah tidak kami datangkan ke atas kamu Rasul-Rasul?

    Menerangkan kepada kamu ayat-ayat Kami, pengajaran-pengajaran Kami tentang suruh dan larangan.Kenapa kamu tidak suluh? Kerana apa kamu tidak terima? Kerana apa kamu tidak ikut? Meraka akan jawab, "Ya Allah! Rasul-Rasul sudah datang, Rasul-Rasul sudah terangkan dan Rasul-Rasul telah tinggalkan semua itu kepada kami. Tetapi kami lupa dan kami yang buta. "Kemudian di jawab Allah," "Apa boleh buat kerana sekarang ketetapan azab sudah berada, ketepatan azab sudah berlaku, ketepatan azab sudah tetap di atas kamu. Kamu akan terjun ke neraka."

    Jelas sepertimana apa yang dikatakan oleh Imam Ghazali bahawa orang yang tidak mampu mengajar anak isterinya, tidak mampu menerangkan hukum-hukum Allah dan tidak mampu menyampaikan yang hak kepada anak dan isterinya, maka dialah orang yang menempah jalannya ke jurang kebinasaan iaitu terjun ke dalam neraka. Kemudian menurut Imam Ghazali lagi, bahawa sesungguhnya kebinasaan yang terdapat bagi seseorang yang berumahtangga itu adalah sangat banyak dan sangat merata, hingga tidak dapat hendak diperkatakan satu persatu. Seseorang itu tidak akan dapat sejahtera
    daripada kebinasaan ini melainkan orang itu benar-benar mempunyai ilmu pengetahuan agama dan mempunyai hikmah dan kebijaksanaan dalam memimpin dan mendidik anak isteri di dalam rumahtangga. Dan orang itu pula adalah yang mendapat pimpinan Allah setelah dia benar-benar suami yang sentiasa berdoa dan memohon sungguh-sungguh kepada Allah agar Allah membantu dia dalam mendidik dan menakluki anak isterinya, agar dia benar-benar dapat menunaikan kewajipan-kewajipan yang telah diamanahkan Allah swt kepada anak dan isteri. Dan akan anak dan isteri pula sanggup menerima dengan
    lapang dada.

    Dalam hal ini tunjuk ajar kita adalah dengan tujuan agar anak dan isteri kita dapat memiliki iman orang-orang saleh kerana apabila mereka dapat memiliki iman ini, mereka juga kelak akan beramal sebagaimana orang saleh beramal. Dan sekiranya kita tidak berupaya menunjuk ajar mereka, serahkan kepada tok-tok guru.. Ajak mereka mengaji Fardhu ain sama-sama. Sebab ini adalah kewajipan kita yang bukan saja tinggal di dunia saja tetapi akan berkait hingga ke akhirat. Di sana kita sebagai suami akan ditanya dan akan diungkit lagioleh Allah swt.